Jakarta, FORTUNE – Para petinggi perusahaan tambang Freeport menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Kamis (28/3). Mereka adalah Chairman & CEO Freeport McMoran Inc Richard C Adkerson, CFO Freeport Mc-Moran Kathleen L. Quirk, dan Direktur Utama PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas.
Dalam kesempatan tersebut, Tony Wenas membagikan cerita mengenai perkembangan terkini pertambangan dan pembangunan smelter tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI) yang berlokasi di Kawasan JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
“Progres smelter yang mencapai lebih dari 92 persen dengan harapan bisa selesai Mei dan segera beroperasi pada bulan Juni tahun ini, dan nanti akan berproduksi penuh di tahun 2024,” ujarnya.
Dia juga menyinggung usulan relaksasi perpanjangan ekspor konsentrat tembaga yang telah disampaikan kepada Menteri ESDM, Arifin Tasrif, dan karena itu tidak dibahas secara mendetail di hadapan Presiden Jokowi.
PT FI mengajukan usulan tentang perpanjangan ekspor konsentrat tembaga sampai dengan 31 Desember 2024, yang seharusnya dihentikan pada 31 Mei 2024.
"Kalau kami enggak bisa ekspor [konsentrat tembaga], penerimaan negara akan berkurang kira-kira US$2 miliar, Rp30 triliun berkurangnya, dalam kurun waktu Juni sampai Desember," ujarnya.
Relaksasi ekspor konsetrat pernah diberikan
Sebetulnya, sejak 10 Juni 2023 pemerintah telah menutup akses untuk ekspor mineral mentah sesuai dengan Undang-Undang No.3/2020 yang mengharuskan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk meningkatkan nilai tambah mineral melalui proses pengolahan atau pemurnian.
Undang-Undang tersebut membatasi ekspor produk mineral logam mentah hanya untuk tiga tahun setelah berlakunya aturan tersebut.
Freeport seharusnya juga terkena larangan ekspor tersebut, tapi pemerintah memberikan pengecualian. Bersama dengan empat perusahaan lain, Freeport mendapat izin untuk mengekspor mineral mentah hingga 31 Mei 2024 dengan membayar denda sebesar 20 persen dari total nilai penjualan setiap periode.
Selain Freeport, ada PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang mengekspor konsentrat tembaga, PT Sebuku Iron Lateritic Ores yang mengekspor besi, serta PT Kapuas Prima Coal sebagai penjual timbal dan seng ke luar negeri.
Alasan di balik pengecualian larangan ekspor ini adalah untuk memberikan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan yang telah mencapai lebih dari 50 persen progres pembangunan smelter untuk terus beroperasi. Namun, syaratnya adalah pembangunan smelter harus selesai pada Mei 2024.