Minimnya Kerja Layak Jadi Faktor Menurunnya Kelas Menengah

Banyak pekerja formal beralih ke sektor informal.

Minimnya Kerja Layak Jadi Faktor Menurunnya Kelas Menengah
Pekerja Kantoran Saat Jam Makan Siang di Canary Wharf, London. Shutterstock/Viiviien
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Penurunan kelas menengah di Indonesia terjadi akibat minimnya lapangan kerja formal yang layak.
  • Banyak pekerja beralih ke sektor informal dan gig economy di kota-kota besar seperti Jakarta.
  • Jumlah masyarakat kelas menengah terus menurun dari 57,33 juta pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024.

Jakarta, FORTUNE – Penurunan Kelas Menengah di Indonesia semakin terlihat, seiring dengan menurunnya ketersediaan pekerjaan formal yang layak.

Hal ini diungkapkan oleh Muhammad Yorga Permana, dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), yang menyatakan bahwa banyak pekerja kini beralih ke sektor informal atau Gig Economy karena minimnya lapangan kerja formal.

Kondisi tersebut tidak saja mencerminkan tantangan dalam menjaga stabilitas ekonomi, tetapi juga memengaruhi kemampuan masyarakat untuk mengalami mobilitas sosial ke kelas menengah.

Dalam paparannya, Yorga menyoroti kian jarangnya keberadaan pekerjaan formal, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta.

"Selama 10 tahun terakhir, peningkatan lapangan kerja di Jakarta didominasi oleh sektor transportasi logistik dan gig economy, seperti driver ojek online (ojol)," kata Yorga.

Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat kelas menengah terus menurun dalam 10 tahun terakhir. Pada 2019, masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta. Jumlah tersebut terus menurun hingga pada 2024, yang mencapai 47,85 juta.

Menurutnya, pekerjaan ini menawarkan pendapatan yang tidak stabil dan minim jaminan sosial, yang membuat banyak pekerja gig rentan secara ekonomi.

Tren ini, katanya, menghambat terbentuknya kelas menengah yang kuat dan stabil, karena pekerjaan yang tersedia tidak menjamin upah bulanan yang tetap.

Krisis pekerjaan formal yang layak

Yorga juga menegaskan bahwa penurunan kelas menengah ini berkaitan erat dengan krisis pekerjaan layak di sektor formal. Berdasarkan data, meskipun sektor informal terus tumbuh, jumlah pekerjaan formal baru justru stagnan.

Di sisi lain, para pekerja self-employment meningkat signifikan sejak 2014. Apalagi, pada 2019 porsi pekerja formal tergerus menjadi 43 persen, dan terus mengalami penurunan persentase hingga kini.

Pandemi Covid-19, kata Yorga, menguak rentannya perekonomian Indonesia, dengan minimnya penambahan lapangan kerja formal sebagai indikator.

"Di sini masalahnya. Ketika kita bertanya mengapa kelas menengah turun, artinya memang banyak pekerja yang asalnya dari formal pindah ke informal, atau banyak angkatan kerja baru yang masuk ke lapangan kerja, langsung masuk ke informal karena tidak ada kerja layak di sektor formal," ujarnya.

Tanpa akses terhadap pekerjaan formal yang baik dan stabil, banyak orang pun akhirnya mengalami kesulitan untuk menanjak ke kelas menengah.

Yorga berharap, pemerintah dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan yang layak, sebagai salah satu jalan agar masyarakat Indonesia terangkat dari kemiskinan, serta mengalami mobilitas sosial ke atas.

“Pekerjaan layak semakin mendesak untuk kelas menengah, karena ini yang bisa membuat mereka stabil dan tidak turun kelas saat terjadinya krisis,” kata Yorga.

Magazine

SEE MORE>
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024

Most Popular

MoU: Pengertian, Ciri, Tujuan, Jenis, Perbedaan, dan Contoh MoU
Daftar Perusahaan Terbaik di Dunia versi TIME: 5 dari Indonesia
Kisruh Kursi Kepemimpinan Kadin, Begini Kronologinya
Pemangkasan Bunga The Fed jadi Stimulus Ke Perbankan
BI Bakal Luncurkan Lembaga Central Counterparty (CCP), Apa Itu?
7 Saham IPO 2024 yang Mencatat Kinerja Tertinggi di BEI