Jakarta, FORTUNE - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) membantah isu yang berkembang mengenai "dirty nickel" atau Nikel kotor yang melanda industri pertambangan Indonesia.
Direktur Utama PT Vale Indonesia, Febriany Eddy, menolak keras tuduhan-tuduhan yang menyebutkan bahwa perusahaannya terlibat dalam praktik yang tidak ramah lingkungan dan tidak memperhatikan kesejahteraan pekerja.
“Tuduhan mengenai dirty nickel yang mengarah pada penggunaan batu bara dengan emisi karbon tinggi tidak berlaku untuk kami. Selama lebih dari lima dekade, kami telah menggunakan proses smelting yang 100 persen ditenagai oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),” kata Febriany dalam acara paparan publik, Senin (26/8).
Ia menambahkan bahwa hal tersebut merupakan bukti komitmen perusahaan terhadap operasi yang ramah lingkungan.
Selain itu, PT Vale Indonesia juga menolak tudingan terkait keselamatan kerja dan kesejahteraan pekerja yang dianggap tidak memadai.
“Statistik keselamatan kerja kami sangat baik, dan itu adalah fakta yang dapat dibuktikan. Kami memiliki rekam jejak yang jelas dalam menjaga standar keselamatan yang tinggi bagi seluruh pekerja kami,” ujar Febriany.
Aksi-aksi INCO dalam rehabilitasi lingkungan
Febriany menjelaskan bahwa tuduhan deforestasi tidak berdasar karena INCO justru telah melakukan reforestasi di luar area konsesinya.
"Kami telah melakukan reforestasi sebesar 250 persen dari area yang kami buka. Ini menunjukkan komitmen kami dalam menjaga lingkungan,” ujarnya.
Salah satu isu yang sering dikaitkan dengan pertambangan nikel adalah pencemaran air. Menanggapi hal ini, Febriany menyatakan bahwa air limpasan tambang di Sorowako dikelola dengan standar yang ketat sebelum dilepas ke badan air.
“Danau Matano yang bersebelahan dengan tambang kami tetap terjaga kualitas airnya. Ini adalah bukti nyata bahwa operasi kami tidak mencemari lingkungan,” katanya.
Sebagai langkah proaktif, INCO akan lebih intensif berkomunikasi pada berbagai forum, baik nasional maupun internasional, untuk menyeimbangkan informasi yang beredar mengenai industri nikel di Indonesia.
"Jika kami tidak mengisi kekosongan informasi, hanya akan ada satu jenis berita, yaitu bahwa Indonesia memiliki 'nikel kotor'. Kami berkomitmen untuk lebih banyak berbicara dan menunjukkan praktik baik kami," ujar Febriany.