Mau Bawa Pulang Minyak dari Venezuela, Pertamina Cemas Tak Bisa Diolah

Kilang Pertamina sulit olah crude bersulfur tinggi.

Mau Bawa Pulang Minyak dari Venezuela, Pertamina Cemas Tak Bisa Diolah
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo bersama Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati berbincang saat meninjau proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di Kilang Pertamina RU V, Balikpapan, Kalimantan Timur. (Dok.Pertamina)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • PT Pertamina Hulu Energi (PHE) masih mempertimbangkan membawa pulang minyak hasil eksploitasi blok migas milik perusahaan di Venezuela.
  • Kilang-kilang Pertamina memiliki parameter tertentu terkait jenis crude oil yang bisa diolah, seperti kandungan sulfur dan standar berat API.
  • PHE mengupayakan untuk membawa pulang minyak mentah mereka di Venezuela, meski karakteristik minyak mentah harus dipastikan bisa diolah oleh kilang di dalam negeri.

Jakarta, FORTUNE - PT Pertamina Hulu Energi (PHE) masih mempertimbangkan rencana membawa pulang minyak hasil eksploitasi blok migas milik perusahaan di Venezuela.

Pasalnya, minyak mentah (crude oil) yang dihasilkan perseroan dari aset migas di negara tersebut berpotensi tidak bisa diolah di dalam negeri.

Direktur Utama PHE Chalid Said Salim mengatakan kilang-kilang Pertamina memiliki parameter tertentu terkait jenis crude oil yang bisa diolah. Misalnya, terkait kandungan sulfur serta standar berat API (American Petroleum Institute) atau indeks kepadatan minyak mentah.

"Yang menjadi pertimbangan karena minyak yang ada di sana itu minyak berat. Pertama, EPI degree sekitar 13. Kedua yang jadi pembahasan adalah konten sulfur. Untuk di kilang kita konten itu dibatasi 0,2 persen. Sementara ini lebih dari 1 persen," ujarnya di Komisi VII DPR RI, Rabu (27/3).

Meski demikian, kata Chalid, Pertamina tetap berupaya membawa pulang minyak mentahnya dari Venezuela. Terlebih, kini negara tersebut tengah mendapat kelonggaran sanksi larangan ekspor yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat.

"Memang pembebasan [sanksi] itu, sampai tanggal 18 April kalau enggak salah. Ini teman-teman lagi berusaha. Ada tim yang pergi untuk membawa minyak dari sana, ke sini. Dan kami juga terutama dari direktur PHE sudah berkomunikasi dengan Kemenkomarves," katanya.

PHE juga turut bekordinasi dengan PT Kilang Pertamina International (KPI) untuk memastikan apakah karakteristik minyak mentah yang dieksploitasi dari Venezuela bisa diolah oleh kilang di dalam negeri.

"Sekarang termasuk tim yang pergi ke sana tidak hanya upstream saja. Ada dari kilang ikut pergi ke sana berdiskusi kira-kira sepreti apa. Itu yang mungkin secara teknis masih menjadi hambatan. Jadi kadang crude type yang dibawa ke sini itu yang harus bisa di sini harus bisa diolah oleh kilang-kilang yang ada," ujarnya.

Sejak 2018, anak usaha PHE, yakni PT Pertamina internasional EP lewat entitas anak bisnisnya Maurel & Prom (M&P), telah memiliki investasi dengan Petroleos de Venezuela SA (PDSVA) di lapangan milik perusahaan migas pemerintah Venezuela itu.

Cadangan dari lapangan tersebut ditaksir mencapai 12 miliar barel minyak mentah.

Upgrade Kilang

Selama ini mayoritas kilang Pertamina hanya bisa mengolah sweet crude yang kandungan sulfurnya kurang dari 0,5 persen. Padahal, ketersediaan crude bersulfur rendah semakin terbatas, hanya 39 persen dari total minyak mentah yang diproduksi dunia. 

Terbatasnya jenis minyak mentah yang bisa diolah Pertamina tersebut membuat biaya pembelian crude untuk kilang bisa memakan 92 persen dari biaya pokok produksi (BPP) Pertamina. 

Meski demikian, sejumlah proyek Refinery Development Master Plan (RDMP)—seperti pada kilang RU VI di Balongan, Jawa Barat, yang telah rampung pada Mei 2022—membuat KPI mulai bisa memproduksi minyak bersulfur tinggi.

Dengan begitu, perseroan bisa melakukan efisiensi dengan membeli crude yang lebih murah dan banyak tersedia di pasar.

Selain kemampuan mengelola crude bersulfur rendah, pengembangan kilang juga dapat mengerek Nielsen Index Complexity (NCI). Istilah ini merujuk pada indikator kompleksitas kilang. Semakin tinggi Nilai NCI, maka kilang tersebut menghasilkan lebih banyak produk berkualitas tinggi.

Ini bisa terjadi karena hampir seluruh produk dari primary process dapat diolah lebih lanjut di secondary process. Bahkan sisa dari proses kedua itu dapat diumpan kembali ke unit lainnya.

Contohnya, produk Pertamax saat ini diproduksi di Kilang Cilacap dan Balongan, yang NCI-nya masing-masing 7,5 dan 11,9. Dus, revenue kilang dapat meningkat sekaligus menekan biaya produksi minyak di kilang.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

IDN Channels

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Beban Kerja Tinggi dan Gaji Rendah, Great Resignation Marak Lagi
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil