Jakarta, FORTUNE - Kalangan pengusaha dan pelaku industri kreatif mengkritisi aturan pasal 449 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. PP itu diyakini berpotensi menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di kalangan industri Media Luar Ruang layaknya billboard hingga industri tembakau.
Dirancang tanpa melibatkan para pengusaha dan pelaku industri, membuat aturan ini bermasalah dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi industri periklanan maupun sektor turunannya.
“Kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja besar, karena ini menjadi efek domino, salah satunya ke industri kreatif kelas menengah ke bawah. Jadi, dampaknya cukup signifikan,” kata Ketua Umum Asosiasi Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Kamis (29/8).
PP tersebut dinilai ambigu lantaran mengatur Zonasi pelarangan iklan media luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Padahal, setiap daerah telah memiliki aturan masing-masing terkait media luar ruang. Terlebih, zonasi 500 meter terbilang sangat luas melingkar, padahal bisa saja billboard dipasang dibelakang jalan satuan pendidikan dan tidak terlihat karena tidak berhadap-hadapan.
25% industri media luar ruang diprediksi bangkrut
Mengutip data Nielsen tahun 2019, Rokok adalah kategori produk yang paling banyak diiklankan di media luar ruang dengan lebih dari 1.000 titik yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
Pihaknya di AMLI juga sempat melakukan survei internal untuk mengukur dampak turunan dari aturan ini. Hasilnya, dari 57 perusahaan yang tersebar di 26 kota, terdampak dengan regulasi ini. Bahkan industri yang mengandalkan 75 persen produk rokok, diprediksi 25 persen perusahaan diantaranya langsung bangkrut.
“Contohnya di Bali, sudah adala laporan, ada festival musik yang batal dilaksanakan karena tidak mendapatkan sponsor rokok. Pengiklan tidak berani, karena takut melanggar PP 28,” katanya.
Aturan buat banyak masalah, APINDO siap surati pemerintah
Sementara, Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sutrisno Iwantono menyarankan, agar regulasi ini ditinjau kembali atau bahkan direvisi.
“Kalau tidak bisa dibatalkan, bisa diundur. Ditunda pelaksanaannya. Kita harapkan Pemerintah mau menampung,” kata Sutrisno.
Sebagai asosiasi multisektor, Apindo mengamini banyaknya masukan tentang PP 28/2024. Sebelum periklanan, tembakau lebih dahulu, kemudian pelaku makanan dan minuman juga perdagangan, semua mempunyai keluhan yang sama.
“Pembatasan iklan kan untuk itu, bagian dari tembakau. Konsen kita, kebijakan harusnya tidak datang tiba-tiba. Pemerintah kurang menampung aspirasi masyarakat. Ini menimbulkan gejolak luar biasa. Ini menandakan, belum ada komunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha,” kata Sutrisno.
Bahkan, Sutrisno mengaku tidak pernah diajak pemerintah untuk membahas regulasi itu. Sehingga, regulasi tersebut kini menjadi persoalan dan akhirnya tidak bisa dilaksanakan. Misalnya, pelarangan rokok, nyatanya rokok ilegal jalan terus, industri rokok terdampak, resapan turun, ujungnya PHK.
“Kita bicara iklan punya dimensi. Iklan tidak berdiri sendiri. Semua akan terkena. Seharusnya, pemerintah melakukan kajian komprehensif, bisa menampung berbagai pihak. Pandangan konsumen seperti apa? Perlu dikaji juga,” sarannya.
Menurutnya, saat ini APINDO sudah mengumpulkan daftar masalah.Bukan hanya periklanan tapi seluruh sektor. Kita kumpulkan, kemudian kita bicara kepada pemerintah.