Apindo: Mayoritas Perusahaan RI Yakin Tumbuh di Atas 3% Dalam 5 Tahun
Perusahaan berskala kecil lebih optimistis akan tumbuh.
Jakarta, FORTUNE – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyatakan bahwa mayoritas Perusahaan Indonesia yakin bisa tumbuh di atas tiga persen pada rentang waktu lima tahun ke depan.
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan bahwa angka ini diperoleh berdasarkan Survei Roadmap Perekonomian Apindo 2024-2029. “Mayoritas perusahaan ini 61,62 persen meyakini bahwa perusahaan masih bisa tumbuh 3 persen selama 5 tahun," ujarnya dalam sebuah webinar, Selasa (25/6).
Survei yang dilakukan pada sekitar 2.000 perusahaan dengan berbagai skala ini juga menunjukkan, sebanyak 22,93 persennya meyakini tumbuh di bawah 3 persen. Adapun, sekitar 15,45 responden perusahaan yang disurvei menilai tidak akan ada pertumbuhan.
"Perusahaan skala kecil cenderung lebih optimis daripada perusahaan skala besar untuk proyeksi pertumbuhan 5 tahun ke depan dengan persentase UMKM 62,56 persen yang meyakini bisa melampaui 3 persen," kata Shinta.
Modal usaha
Terkait rencana ekspansi, sebanyak 44,58 persen perusahaan tidak akan melakukannya dalam lima tahun ke depan. Beberapa alasannya,yakni keterbatasan modal usaha, peluang pasar terbatas, dan persaingan yang sangat tinggi.
Selain itu, Shinta menyebut 61,26 persen pengusaha menilai akses pinjaman untuk keperluan bisnis tidak mudah, sementara 43,05 persen perusahaan menilai suku bunga kredit di perbankan tinggi. "Kami juga mengidentifikasi dua hal yang paling dibutuhkan dunia usaha yaitu suku bunga pinjaman yang kompetitif dan kemudahan akses pinjaman,” ujarnya.
Mengenai sumber pembiayaan, Shinta mengungkapkan bahwa 95,02 persen perusahaan mengandalkan sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri. Adapun pendanaan tersebut paling banyak berasal dari modal pemilik, diikuti dari perbankan, pasar modal, peer to peer lending, dan sumber pembiayaan lainnya.
"Mayoritas perusahaan skala besar 60,99 persen menggunakan sumber pembiayaan dari perbankan dan mayoritas perusahaan skala kecil menggunakan sumber pembiayaan dari modal pemilik," kata Shinta.
Fokus kredit
Dengan temuan ini, Shinta mengatakan bahwa kredit harus difokuskan pada sektor-sektor prioritas, seperti manufaktur dan perdagangan–yang berkontribusi besar pada Produk Domestik Bruto (PDB), tapi pertumbuhan kreditnya kecil. Selain itu, sektor padat karya seperti pertanian juga memiliki pertumbuhan kredit yang lemah, padahal berkontribusi signifikan pada penyerapan tenaga kerja.
Menurut Shinta, sektor keuangan yang inklusif, kuat, dan berkelanjutan diperlukan untuk membiayai investasi jangka panjang, modal kerja hingga pinjaman konsumen. “Intermediasi sektor keuangan ini perlu diperdalam agar dana dapat mengalir ke kegiatan-kegiatan produktif sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.