Jakarta, FORTUNE - Saat ini influencer melalui alat media sosial menjadi salah satu platform yang efektif untuk memasarkan produk atau jasa. Hal ini, tentu berbeda pada zaman dahulu yang hanya mengandalkan metode promosi melalui televisi atau media cetak.
Namun, kehadiran media sosial tidak sepenuhnya menggantikan fungsi Pemasaran di media massa seperti televisi, media cetak, atau situs web dalam menyebarkan informasi.
Sebuah konsultan komunikasi berbasis di Asia Tenggara, Vero memandang bahwa banyak perusahaan masih mengandalkan media massa, influencer hingga iklan digital untuk memasarkan produk atau jasa mereka.
CEO Vero, Brian Griffin mengakui bahwa influencer menjadi bagian penting dalam strategi pemasaran perusahaan di era media sosial. Namun strategi tersebut harus diimbangi dengan berkolaborasi dalam teknologi salah satunya artificial intelegent (AI).
"Beberapa klien membutuhkan influencer untuk Marketing karena brand awareness-nya akan lebih mudah didapatkan melalui sosial media,” kata Brian saat diskusi media di Jakarta, (11/12).
Adopsi AI bakal jadi megatrend, namun penuh skeptis
Selain media massa dan influencer, adopsi kecerdasan buatan (AI) diperkirakan menjadi tren besar dalam industri pemasaran atau marketing pada tahun 2025.
Meskipun demikian, skeptisisme terhadap implementasi AI masih timbul karena belum menunjukkan hasil signifikan. Brian menyatakan bahwa sejumlah perusahaan dari kliennya belum sepenuhnya mendapatkan manfaat besar dari investasi AI.
“Menurut saya, adopsi AI akan menjadi sangat penting bagi setiap bisnis. Masih harus dilihat apakah perusahaan akan mendapatkan keuntungan karena mereka menginvestasikan banyak uang dalam AI,” katanya.
Brian juga mencatat bahwa meskipun belum ada alat AI yang dirancang khusus untuk industri pemasaran, teknologi ini sudah banyak digunakan secara individu di sektor pemasaran. Ia mengakui bahwa AI telah membantu perusahaan dalam berbagai tugas, mulai dari keuangan hingga sumber daya manusia.
Industri pemasaran influencer diproyeksikan memiliki nilai $47 miliar
Di sisi lain, riset dari statista mengungkapkan bahwa industri pemasaran influencer diproyeksikan bernilai $21,1 miliar pada tahun 2024 ini. Angka tersebut diperkirakan akan tumbuh menjadi $47,8 miliar pada tahun 2027 mendatang.
Menanggapi potensi itu, Vero juga memprediksi tren meningkatnya penggunaan micro dan nano influencers di tahun 2025, terutama di Indonesia. Influencer dengan pengikut di bawah 100.000 dianggap lebih autentik dan efektif untuk kampanye konversi, sementara mega influencer lebih cocok untuk meningkatkan kesadaran merek.
Tren lainnya adalah meningkatnya perhatian konsumen muda, khususnya Gen Z, terhadap merek yang memiliki dampak sosial positif. Senior Advisor ASEAN di Vero, Chatrine Siswoyo menjelaskan bahwa survei menunjukkan konsumen muda lebih peduli pada inisiatif seperti proyek daur ulang atau keberlanjutan.
“Generasi Z, khususnya, lebih peduli dengan isu-isu ini. Merek tidak dapat lagi mengandalkan strategi penjualan yang agresif. Mereka peduli tentang bagaimana sebuah merek berdampak pada masyarakat.” pungkas Chatrine.