Jakarta, FORTUNE - Purnabakti Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung (ITB), Dwiwahju Sasongko menyebutkan Batu Bara masih akan berperan krusial di tengah proses transisi energi.
Keyakinannya itu didasari oleh inovasi teknologi di bidang batu bara yang masih terus berkembang, yang bermanfaat untuk menanggulangi problem yang timbul dari salah satu sumber daya alam itu. Misalnya, penggunaan teknologi untuk mengonversi emisi CO2 batu bara menjadi methanol atau pemanfaatan abu terbang (fly ash) sebagai absorbent (zat penyerap).
"Gunakan batu bara secara bijak. Artinya, ada teknologi lain yang dapat menangani masalah," kata Peneliti di Pusat Penelitian Energi Baru dan Terbarukan itu kepada pers saat ditemui di Senayan, Jakarta, Rabu (17/7).
Apalagi, saat ini Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) tengah direvisi oleh pemerintah. Dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR (8/7), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, perubahan atas aturan itu perlu dilakukan karena realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2015–2023 tak sesuai proyeksi sebelumnya.
Selain itu, selama 2015–2023, capaian sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi sesuai PP KEN itu mengalami kesenjangan sekitar 3–4 persen per tahun.
"Setelah Paris Agreement, kita kan sudah menandatangani NDC, tapi ada juga updated NDC, yang mana akhirnya kita ke 2060 [terkait target niremisi]. Kita lihat nanti bagaimana pemerintahan menentukan, karena PP 79/2014 KEN [revisi] belum keluar, katanya Juli ini akan keluar. Lalu ada satu lagi, [Rancangan] Undang-Undang EBT," jelas pria yang akrab disapa Song itu lagi.
Dus, menurutnya, industri batu bara tak lantas memasuki periode senja atau sunset seiring dengan munculnya beragam inisiasi transisi energi. Apalagi untuk Indonesia, yang masih memiliki tabungan produksi batu bara ratusan juta ton. Pada 2024 ini, Kementerian ESDM menargetkan produksi batu bara 710 juta ton.
Sebelumnya, pada 2023, ESDM melaporkan, produksi batu bara Indonesia mencapai 775 juta ton alias 112 persen dari target—yang hanya 694,5 juta ton. Kebutuhan batu bara domestik pada tahun lalu berjumlah 213 juta ton alias 121 persen dari target (117 juta ton).