PINTAR Raih Pendanaan Pra-Seri A US$3 Juta Dari Harvez dan SIG Venture
Untuk dukung misi pemberdayaan tenaga kerja.
Jakarta, FORTUNE – Platform Edutech, PINTAR, baru saja meraih Pendanaan Pra-Seri A senilai US$3 juta atau Rp47,30 miliar (kurs Rp15.766,94 per dolar AS), dari Havez Capital dan SIG Venture Capital.
CEO PINTAR, Ray Pulungan, mengatakan bahwa pendanaan ini akan membantu platfom mencapai misinya, melalui upaya terpadu dan terkoordinasi antara perusahaan dan pemerintah. “Kami percaya bahwa pendidikan dan pelatihan adalah kunci untuk meningkatkan keterampilan dan produktivitas angkatan kerja, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Kamis (21/3).
Pendanaan ini akan menandai babak baru bagi PINTAR dalam meningkatkan keterampilan, kredibilitas dan memperluas jangkauannya dalam membantu 110 juta pekerja Indonesia agar dapat keluar dari middle-income trap, melalui teknologi.
PINTAR telah menjadi bagian dari ekosistem Program Kartu Prakerja–yang digagas oleh pemerintah–dan menunjukkan pertumbuhan pesat dengan CAGR (Compound Annual Growth Rate) sebesar 119 persen per tahun sejak tahun 2019 hingga akhir 2023.
Mendukung misi
Direktur Havez Capital, Imelda Harsono, mengungkapkan bahwa pendanaan Pra-Seri A ini dilakukan untuk meningkatkan keterampilan dan kredibilitas angkatan kerja negara kita melalui teknologi. "Hal ini akan memungkinkan talenta-talenta berbakat untuk mengakses pekerjaan yang bermartabat dan mendorong Indonesia lebih dekat ke tujuan pembangunan tahun 2045,” katanya.
Partner of Southeast Asia Investments SIG Venture Capital, Rich Hsu, juga mengungkapkan bahwa kekuatan ekonomi Indonesia di tingkat global bergantung pada sumber daya manusia yang berbakat. “Investasi kami adalah bukti keyakinan kami terhadap masa depan Indonesia dan peran penting sumber daya manusia dalam membentuknya,” ujarnya.
Para investor menilai, kondisi angkatan kerja Indonesia saat ini mendapatkan banyak tantangan, mulai dari ketidaksesuaian antara keterampilan dan peran, rendahnya produktivitas, hambatan akses ke perekonomian formal, serta partisipasi dan kompensasi tenaga kerja yang tidak merata, terutama di kalangan perempuan.
Selain itu, tingginya kenaikan biaya pendidikan, hilangnya keterampilan, dan banyaknya pekerja yang masuk dan keluar dari pasar tenaga kerja, membuat Indonesia tidak dapat lagi mengandalkan sistem pendidikan formal yang bergerak lambat.