Prospek Industri Kosmetik Kian Cantik di 2022
Peluang baru tumbuh dari pergeseran perilaku konsumen.
Jakarta, FORTUNE - Industri kosmetik mengalami pergeseran (shifting) dan perubahan besar di masa pandemi COVID-19. Meskipun berdampak pada menurunnya pendapatan, tapi pada 2022 banyak peluang baru yang bisa mendongkrak pertumbuhan bisnis. Hal ini mengemuka dalam Indonesia Industry Outlook 2022, yang diselenggarakan Inventure, Alvara, dan Ivosight secara daring, Rabu (9/2).
CEO Martha Tilaar Group, Kilala Tilaar, melihat ada tiga shifting penting di industri kecantikan. Semuanya berkaitan langsung dengan perilaku konsumen. Apa saja yang shifting yang terjadi dan bagaimana memanfaatkannya menjadi potensi memenangkan persaingan di tahun macan air ini?
Perubahan minat konsumen terhadap produk
Pertama, pandemi mengubah pasar produk beauty and personal care. Konsumen lebih menyukai produk perawatan kulit (skincare) dibandingkan produk dekoratif, seperti bedak, lipstik, parfum, dan sebagainya.
“Akibat pembatasan aktivitas dan interaksi sosial, maka industri berubah dari yang pembelian produk dekoratif yang semula cukup baik ke kategori skincare, ini membuat pangsa pasar produk kecantikan sempat drop 35 persen. Perubahan karena masyarakat WFH atau sering di rumah, jadi punya waktu senggang merawat diri,” kata Kilala.
Potensi ini bisa dimanfaatkan pelaku industri untuk pengembangan produk, baik yang berbasis kimia maupun berbahan alami. “Keduanya punya niche market sendiri,” ujar Kilala.
Riset Inventure-Alvara Januari 2022, mencatat konsumen mencari produk kecantikan yang memberikan efek glowing (39,6 persen), whitening (21,7 persen), anti-acne (19,6 persen), dan anti-aging (19,1 persen). Menurutnya, hal ini didorong tren yang dibawa drama Korea Selatan.
“Jika glowing 10 tahun lalu kesannya berminyak, sekarang Kdrama menjadi driver bahwa kulit sehat itu glowing. Kalau dulu whitening nomor satu maka sekarang nomor dua. Produsen kosmetik seperti, Estee Lauder atau MAC pun berkiblat pada asian skin yang melihat pada korean skin,” ujarnya.
Pergeseran model bisnis, membuka pintu pemain baru
Kedua, pergeseran model bisnis akibat perubahan jalur distribusi. Kilala mengungkapkan, jika dahulu jalur distribusi cukup panjang hingga ke ritel, sekarang cenderung direct to consumer. Kemudahan jalur distribusi juga didorong saluran penjualan melalui e-commerce. Menariknya, pola distribusi ini menjadi stimulus lahirnya pemain baru di industri kecantikan.
“Jalur ke konsumen dimudahkan e-commerce. Jadi, jika dulu usaha kosmetik susah, sekarang bisa lebih mudah. Apalagi banyak perusahaan kosmetik yang menyediakan jasa maklon. Mustika Ratu pun membawahi 180 brand pemula, itu muncul bisnis model baru yang bertumbuh,” ujarnya.
Brand baru atau pemain lama di industri bisa meraup untung dengan membuat official store di e-commerce ketimbang memasarkan di retail offline. Potensi ini ditunjukkan oleh Riset Inventure-Alvara Januari 2022, di mana mayoritas konsumen menyukai membeli langsung di official store (49,1 persen). Sementara itu, toko offline ada di urutan kedua (37 persen), disusul reseller (27,4 persen) dan retailer (19,7 persen).
Strategi marketing efektif dengan "honest review"
Ketiga, strategi pemasaran beralih ke honest review alih-alih menggunakan personal branding influencer. Kilala mengatakan, pandemi membuat konsumen tidak bisa melihat produk tester, mencoba, atau mencium baunya di toko langsung, maka memanfaatkan teknologi sebagai sumber informasi produk.
“Pergerakan mulai terbatas lagi karena Omicron, maka konsumen mencari review yang jujur untuk membeli produk, seperti ulasan di blog atau YouTube. Influencer masih efektif, tetapi diarahkan untuk membuat ulasan yang jujur,” kata dia.
Data Inventure dan Ivosight yang mencatat, sejak Oktober sampai Desember 2021 ada 321.563 perbincangan di dunia maya mengenai skincare. Beberapa kata brand dan kata kunci pencarian yang sering digunakan, yakni skincare, Wardah Skincare, Lacoco, For Skin Sake, Emina, Avoskin, somethinc ElsheSkin, Luxcrime, MS Glow, AishaDem, The Bodyshop, dan sebagainya.