Menemukan Arsitektur Bali Aga di Jimbaran
Arsitektur desa Bali Aga merujuk penghormatan aturan adat.
Jakarta, FORTUNE - Untuk mendapatkan ketenangan dan mengurai kepenatan, banyak orang yang memutuskan pindah ke Bali. Pertimbangan lainnya, ada yang ingin menjalani hidup dekat dengan alam, sebagian lagi ingin menjiwai kehidupan Bali.
Tak hanya itu, ketertarikan budaya dan ekonomi juga menjadi pertimbangan lain yang mendorong seseorang tinggal di Bali, termasuk keinginan untuk menikmati suasana alam yang murni, serta lingkungan hidup yang otentik.
Dalam mencari Bali yang autentik, tidak lepas dari sejarah awal mula penduduk Bali. Adalah suku Bali Aga, masyarakat di Bali yang hadir pada dua gelombang migrasi pertama pada zaman pra sejarah. Penduduk Bali dari suku Bali Aga kerap membangun komunitas di pegunungan yang dinaungi oleh adat istiadat.
Konon, keberadaan suku Bali Aga mirip Suku Badui di Banten. Suku Bali Aga pun hidup damai berdampingan dengan para pendatang pemeluk Hindu dari kerajaan Majapahit. Itulah sebabnya awal mulanya masyarakat Bali adalah Bali Aga dan Bali Majapahit.
Keberadaan Bali Aga juga tetap lestari di beberapa desa adat di Bali saat ini, seperti Desa Penglipuran, Desa Trunyan, dan Desa Tenganan. Ada 26 desa jumlah resmi desa Bali Aga di Bali yang diakui oleh pemerintah dan masyarakat Adat. Biasanya desa Aga Bali tersebar di beberapa Kabupaten di Bali, khususnya di wilayah pegunungan dan terpencil.
Suku Bali Aga taat aturan adat (awig-awig) yang meliputi aturan pemakaman, aturan pengelolaan sumber daya alam, larangan pindah agama, dan aturan pendirian bangunan. Ini yang menjadikan lingkungan tempat tinggal Bali Aga menjadi unik, misalnya penataan desa dan arsitektur tempat tinggal penduduknya.
Biasanya deretan rumahnya bermodel sama, dikelilingi pepohonan rindang. Suku Bali Aga dikenal menjaga alam semesta, hingga hari ini melindungi dan melestarikan hutan adat.
Masyarakat mengelola hutan dengan sangat baik, tak ada yang boleh menebang pohon sembarangan. Arsitektur desa Bali Aga meliputi bentuk, ukuran, pekarangan, letak bangunan, dan pura selalu merujuk pada penghormatan pada aturan adat.
Suku Bali Aga juga memegang teguh prinsip Tri Hita Karana, yang berarti hubungan harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Orang Bali Aga juga biasanya membangun balai desa sederhana di tengah – tengah permukimannya.
Tidak banyak lokasi, khususnya area tempat tinggal di Bali yang mengadopsi nilai dan kekhasan Bali Aga, khususnya dari sisi keaslian budayanya. Salah satu kawasan di Bali yang dapat Anda temui dengan kekhasan Bali Aga adalah kini ada di Jimbaran, Kuta Selatan, Bali. Hal itu terimplementasi pada kawasan pengembangan hunian di Jalan Tegal Wangi Jimbaran yang dibangun dengan filosofi dan arsitektur Bali Aga, bernama Natadesa Resort Residence.
Menata Bali Lewat Kolaborasi Desain, Alam, dan Budaya
Melangkah masuk ke Natadesa, Anda akan disambut oleh suasana yang tenang dan teduh. Kawasan hunian ini menggabungkan keindahan alam, desain modern, dan nilai-nilai budaya Bali, menciptakan pengalaman yang unik dan memikat.
Terletak di kawasan Jimbaran yang strategis, Natadesa menawarkan konsep hunian tropis modern yang berpadu dengan nuansa desa tradisional Bali Aga.
Berjalan-jalan di Natadesa, Anda akan menemukan deretan rumah modern dengan desain khas Bali yang menampilkan arsitektur tropis. Setiap area terbuka dipenuhi pohon-pohon rindang yang terjaga perawatannya, menciptakan lingkungan yang sejuk dan asri.
Desain Natadesa yang mengacu pada prinsip desa Bali Aga menciptakan tata letak bangunan yang proporsional dan harmonis. Arsitektur ini menonjolkan keindahan dengan menggabungkan bangunan utama dan kamar tidur yang terpisah, serta konsep "minim tembok" yang memungkinkan lebih banyak ruang terbuka dan sirkulasi udara yang baik.
PT Jimbaran Hijau, pengembang di balik Natadesa, menjawab tantangan untuk menciptakan hunian yang tidak hanya mewah tetapi juga menghormati dan melestarikan budaya lokal. "Prinsip di balik pengembangan kawasan ini lahir dari harapan untuk merawat kebudayaan Bali dan kelestarian alamnya," kata CEO PT Jimbaran Hijau, Agung Prianta dalam keterangan, Senin (26/8).
Melalui Natadesa, pengembang menunjukkan bagaimana desain modern dapat berkolaborasi dengan nilai-nilai tradisional untuk menciptakan lingkungan hunian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Komitmen terhadap kelestarian lingkungan terlihat jelas dalam setiap aspek desain Natadesa. Penggunaan genteng dari bitumen, yang tahan lama lebih dari 25 tahun, adalah salah satu contoh Natadesa menerapkan praktik ramah lingkungan.
Sebelumnya, kawasan Natadesa dibangun juga menerima sertifikasi Greenship Platinum Neighborhood dengan nilai tertinggi pertama di Bali dari Green Building Council Indonesia dan World Green Building Council.
Keunggulan desain Natadesa juga telah diakui di tingkat internasional dari salah satu penghargaan prestisius di bidang Properti. Belum lama ini, Natadesa juga memenangkan International Asia Pacific Property Awards 2024-2025 untuk kategori Five Stars Winner (Best Region – Indonesia) Architecture Multiple Residence Indonesia, dan sebagai award winner untuk kategori Residential Development 20+ Units, dan Interior Private Residence untuk Natadesa Lot 11. Penghargaan ini menegaskan kualitas dan dedikasi PT Jimbaran Hijau dalam menciptakan hunian yang indah dan fungsional.
Proyek hunian
Natadesa saat ini telah menyelesaikan pembangunan fase pertama, dengan empat tipe hunian yang nama-namanya terinspirasi dari kain tradisional Bali seperti Ende, Rangrang, Songket, dan Gringsing. Pada fase kedua, yang mencakup tiga tipe hunian yang namanya diambil dari seni tari tradisional Bali seperti Janger, Pendet, dan Legong. Penamaan ini memperkaya pengalaman tinggal di Natadesa dengan cerita dan makna budaya yang mendalam.
Lokasi strategis Natadesa, dikelilingi dengan pantai - pantai paling eksotis di Bali. Kawasan ini hanya 15 menit dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, membuatnya ideal bagi mereka yang mencari hunian dengan akses mudah ke berbagai fasilitas.
Lingkungan sekitarnya dilengkapi dengan berbagai resort bintang lima, juga ikon Bali lainnya seperti Jimbaran Hub, Locca Seahouse, Garuda Wisnu Kencana, Universitas Udayana, Asian Intercultural School, serta Bali Jimbaran & Udayana Hospital, menjadikan Natadesa sebagai pilihan ideal bagi konsumen yang menginginkan keseimbangan antara kenyamanan modern dan keaslian budaya Bali.
Melalui proyek Natadesa, PT Jimbaran Hijau menunjukkan pengembangan properti dapat berjalan seiring dengan pelestarian budaya. Mereka menawarkan solusi hunian yang cerdas menciptakan masa depan Bali yang lebih harmonis dan berkelanjutan. Natadesa bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga simbol kolaborasi antara desain modern, alam, dan budaya yang menjadikan Bali tempat yang lebih baik untuk dihuni.