Aptindo: Harga Gandum Masih Akan Naik Hingga Tahun Depan
Harganya pada akhir Q2-2022 mencapai US$392,4 per bushel.
Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menilai kenaikan harga gandum dunia telah memasuki fase tertinggi. Hingga tahun depan, tren harga gandum diyakini akan stabil tinggi dan selanjutnya mulai mengalami penurunan. Dengan catatan: tidak terdapat bencana alam skala besar maupun konflik geopolitik yang lebih panas.
“Mungkin ini adalah harga tertinggi sampai tahun depan. Diperkirakan saat ini sudah mencapai titik tertinggi. Apakah akan turun? Masih naik turun saja di level-level itu," kata Ketua Umum Aptindo, Franciscus Welirang, dalam Gambir Trade Talk, Rabu (27/7).
Asosiasi mencatat, rata-rata harga gandum dunia hingga akhir kuartal II sekitar US$392,4 per bushel. Diprediksi, selama 12 bulan ke depan harga gandum akan berfluktuasi pada level US$432,2 per bushel.
Ada pemicu lebih berbahaya dari perang
Ia menuturkan, persoalan kenaikan harga pangan dunia yang berdampak pada inflasi sebetulnya bukan hanya disebabkan oleh konflik Rusia-Ukraina sejak Februari 2022. Pemicu yang paling utama adalah perubahan iklim yang sangat berbahaya.
Pada 2021, Amerika Serikat dan Kanada telah mengalami gagal panen gandum hingga 40 persen. Lantas, harga dunia mengalami lonjakan hingga 68 persen. Di satu sisi, pandemi Covid-19 turut berdampak pada persoalan krisis pangan dunia.
Aptindo pun mencatat, sepanjang tahun lalu total impor gandum Indonesia mencapai 11,4 juta ton. Namun, yang digunakan untuk industri makanan hanya sekitar 9 juta ton. Sisanya yang hampir 2,4 juta ton digunakan oleh industri pakan ternak lantaran kekurangan pasokan jagung dalam negeri.
Adapun volume impor gandum dari Ukraina sekitar 3 juta ton, namun tak seluruhhnya digunakan untuk industri makanan.
Bebas tarif gandum
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri, mengatakan dalam situasi saat ini instrumen kebijakan yang ditempuh difokuskan pada kelancaran impor bahan baku. Pemerintah berupaya untuk menghilangkan berbagai hambatan tarif maupun nontarif yang bisa memperlambat masuknya gandum ke dalam negeri.
Pemerintah telah membebaskan tarif bea masuk gandum dan kedelai yang diharapkan dapat menekan harga pangan impor yang sedang naik. Itu juga sekaligus diharapkan memperlancar pemasukan hingga distribusi ke setiap industri.
Diproyeksi harga pangan akan menurun
Sementara itu, Food and Security Officer FAO Indonesia, Dewi Fatmaningrum, menambahkan akan terjadi tren penurunan harga komoditas pangan dunia.
Namun, ia menyebut, proyeksi yang termuat dalam OECD-FAO Agricultural Outlook 2022-2023 itu bisa meleset karena akan banyak faktor yang mempengaruhi. Misalnya saja pertumbuhan penduduk maupun tingkat pendapatan masyarakat dunia.
"Memang 2022-2023 diproyeksi akan menurun harganya, cuma karena ini proyeksi kita belum tahu akan seperti apa keadaannya," katanya.
FAO telah membuat berbagai program mitigasi krisis pangan dunia. Mitigasi utama yang diperlukan, setiap negara harus membuka perdagangan dunia. Negara-negara yang saat ini menyetop ekspor komoditas pangannya diharap tetap membuka perdagangan.
Di sisi lain, setiap negara diminta untuk menghindari kebijakan yang terlalu reaktif jika terjadi sesuatu terhadap sektor pangan. Setiap pemerintah harus dapat melihat dampak kebijakan itu terhadap produsen maupun konsumen.