Gapki: Volume dan Nilai Ekspor Sawit 2025 Diperkirakan Turun
Gapki mengingatkan pemerintah soal ekspor sawit.
Fortune Recap
- Konsumsi domestik diperkirakan naik berkat kebijakan biodiesel B40.
- Penurunan ekspor CPO hingga September 2024, konsumsi domestik mengalami peningkatan.
Jakarta, FORTUNE - Ketua Bidang Perkebunan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), R. Azis Hidayat, memproyeksikan industri sawit Indonesia pada 2025 akan menghadapi tantangan serius dalam kinerja ekspor. Ia memperkirakan volume dan nilai ekspor mendatang akan menurun dibandingkan dengan 2024.
“Hal ini dipengaruhi oleh masalah dinamika harga minyak sawit mentah (Cpo) yang fluktuatif serta berbagai isu yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah dan pelaku usaha,” kata Azis dalam acara diskusi bertajuk Kupas Tuntas Tata Kelola Sawit Berkelanjutan di Jakarta, Kamis (19/12).
Meskipun kinerja ekspor diproyeksikan melemah, Azis memperkirakan produksi CPO pada 2025 akan mengalami perbaikan dibandingkan tahun ini, didorong oleh faktor cuaca yang lebih bersahabat dan prospek harga yang tetap menarik.
Selain itu, konsumsi domestik juga diperkirakan akan meningkat, salah satunya berkat implementasi kebijakan mandatori Biodiesel B40.
“Konsumsi domestik pada 2025 akan lebih tinggi dibandingkan 2024, didorong oleh kebijakan biodiesel yang memberikan dampak sentimen positif terhadap harga,” ujarnya.
Mengacu pada data Gapki hingga September 2024, produksi CPO tercatat mencapai 38,937 juta ton, atau turun 4,62 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Penurunan ini turut memengaruhi ekspor yang hingga September 2024 mengalami penurunan 16,60 persen secara tahunan.
Total ekspor September 2024 hanya mencapai 1,860 juta ton, turun signifikan sebesar 21,97 persen dibandingkan Agustus. Penurunan paling tajam terjadi pada ekspor CPO ke India, Pakistan, dan Timur Tengah. Namun, peningkatan ekspor terlihat ke beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Belanda.
Sementara itu, konsumsi domestik justru mencatat peningkatan. Hingga September 2024, total konsumsi mencapai 17,559 juta ton, naik 1,63 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan terbesar terlihat pada konsumsi biodiesel yang tumbuh 8,08 persen secara tahunan.
Sedangkan untuk nilai ekspor hingga September 2024 mencapai US$19.532 juta atau turun 15,25 persen lebih rendah dari nilai ekspor 2023 sebesar US$23,046 juta.
Dengan realisasi yang telah disebutkan, maka stok CPO hingga akhir September naik menjadi 3,02 juta ton dari 2,45 juta ton pada akhir Agustus 2024.
Tantangan menjaga keseimbangan antara ekspor dan konsumsi domestik
Harga CPO hingga akhir 2024 diproyeksikan mengalami kenaikan, kata Azis, didorong oleh ketatnya pasokan minyak nabati di pasar global dan dukungan kebijakan biodiesel. Harga CPO CIF Rotterdam dilaporkan lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai, bunga matahari, dan rape-seed. Berdasarkan data Gapki juga, harga CPO secara rerata pada September mencapai US$1.108 per ton.
Dengan produksi yang diperkirakan membaik dan konsumsi domestik yang meningkat, tantangan utama pada 2025 akan berada pada sektor ekspor. Pemerintah dan pelaku usaha diharapkan dapat segera menyelesaikan berbagai isu untuk memaksimalkan potensi industri sawit di tengah tekanan global.
“Produksi yang membaik dan konsumsi domestik yang meningkat adalah hal positif, tetapi kita juga harus menjaga agar ekspor tidak tertekan terlalu dalam. Jika ekspor turun drastis, pendapatan devisa berkurang, penerimaan BPDP Sawit juga menurun, dan kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh BPDP Sawit bisa terdampak," kata Azis.
Tantangan utama yang dihadapi industri sawit pada 2025 adalah menjaga keseimbangan antara kebutuhan domestik dan ekspor. Kebijakan biodiesel, meskipun membawa dampak positif terhadap harga, juga berpotensi mengurangi pasokan minyak sawit untuk pasar ekspor.
Azis menegaskan pentingnya strategi pemerintah dan pelaku usaha dalam mengelola pasokan, agar dampak positif dari kebijakan biodiesel tidak mengorbankan kontribusi industri sawit terhadap devisa negara.
"Kita perlu merancang langkah-langkah strategis agar peningkatan konsumsi domestik tidak mengorbankan pasar ekspor yang merupakan sumber devisa utama," ujarnya.