Trump akan Tutup USAID, Ini 2 Dampaknya bagi Indonesia
USAID mengucurkan dana 153 juta dolar AS untuk proyek RI.
Fortune Recap
- Presiden AS Donald Trump memerintahkan pembekuan aliran bantuan luar negeri setelah resmi dilantik.
- Pendanaan USAID di Asia Tenggara telah memberikan bantuan kemanusiaan dan proyek-proyek Indonesia.
- Penutupan USAID berdampak pada kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta keadaan darurat kesehatan di Indonesia.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah memerintahkan pembekuan aliran bantuan luar negeri setelah beberapa jam usai resmi dilantik sebagai kepala negara. Salah satunya US Agency for International Development (USAID) atau Badan Pembangunan Internasional AS yang bakal ditutup.
Menurut memo internal yang dikirimkan ke para pejabat dan kedutaan besar AS di luar negeri, Departemen Luar Negeri AS menyetop hampir semua bantuan luar negeri dan menghentikan bantuan baru, dilansir BBC, Rabu (5/2).
Pemberitahuan bocor ini menyusul perintah eksekutif Trump yang dikeluarkan pada Senin (20/1) untuk menghentikan bantuan pembangunan luar negeri selama 90 hari. Lalu, sambil menunggu peninjauan efisiensi dan konsistensi dengan kebijakan luar negerinya.
Menurut angka pemerintah, AS adalah donor bantuan internasional terbesar di dunia yang telah menghabiskan 68 miliar dolar AS pada 2023. Pemberitahuan Departemen Luar Negeri AS tampaknya memengaruhi segala hal, mulai dari bantuan pembangunan hingga bantuan militer.
Pendanaan USAID di Asia Tenggara
Di Asia Tenggara, pendanaan USAID telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban bencana alam dan dukungan bagi aktivis pro-demokrasi. Namun, program penyelamatan jiwa di wilayah tersebut sudah dikurangi, melansir The Guardian, Rabu (5/2).
Pada 2023, USAID sudah mengucurkan dana 153 juta dolar AS untuk proyek-proyek Indonesia di berbagai bidang. Termasuk pemerintahan demokratis, antikorupsi, iklim dan lingkungan, pertumbuhan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Selama beberapa tahun terakhir, USAID mendukung peluncuran alat untuk mengidentifikasi tuberkulosis dan obat-obatan yang dapat menyelamatkan jiwa bagi puluhan ribu ibu baru. Lalu, kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk melatih masyarakat saat bencana.
Lantas, apa dampak penutupan USAID bagi Indonesia? Berikut informasinya di bawah ini.
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
Dampak ke Indonesia jika USAID resmi ditutup adalah soal kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Pada 2021, lewat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, pemerintah bekerja sama dengan USAID untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir.
Program tersebut diadakan melalui Program Momentum Negara dan Kepemimpinan Global (MOMENTUM), mengutip laman resmi Kemenkes RI, Rabu (5/2).
Program MOMENTUM dilaksanakan dalam rentang 2021-2025. Dalam kurun waktu lima tahun, kegiatan ini akan menyasar enam provinsi di antaranya Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
Program USAID MOMENTUM sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Program Momentum Country Global Leadership (MCGL) dan Program Momentum Private Healthcare Delivery (MPHD).
MCGL berfokus pada peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah dengan mitra utamanya Ditjen Kesehatan Masyarakat. Sementara MPHD berfokus di faskes sektor swasta, dengan mitra utamanya Direktorat Mutu dan Akreditasi serta Ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI.
2. Keadaan darurat kesehatan
Kedua, dampak penutupan USAID ke Indonesia adalah keadaan darurat kesehatan. Melansir IFRC, Rabu (5/1), Palang Merah Indonesia (PMI) memelopori community based surveillance (CBS) atau pengawasan berbasis komunitas dengan dukungan International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) pada 2019.
Inisiatif ini dimulai di delapan desa dan saat ini telah diterapkan di beberapa kabupaten di Indonesia dengan dukungan dari Palang Merah Australia dan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia.
Sejak 2019 hingga sekarang, CBS aktif merespons berbagai keadaan darurat kesehatan. Misalnya, berkoordinasi dengan berbagai mitra pemerintah seperti Kemenkes dan Kementan.
Selama ini, CBS berperan untuk menghubungkan masyarakat dengan faskes, memperluas jangkauan sistem pengawasan nasional untuk pelaporan yang lebih cepat, respons dan tindakan yang lebih cepat, serta potensi kasus dan kematian yang lebih sedikit.