Fortune Recap
- Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah sertifikat untuk membangun dan memiliki bangunan di tanah bukan milik sendiri.
- SHGB diberikan untuk jangka waktu maksimal 30 tahun, dapat diperpanjang hingga 20 tahun, dan dapat dialihkan kepada pihak lain.
- Proses pengurusan SHGB melalui Kantor Pertanahan atau BPN setempat dengan persyaratan dokumen yang berbeda antara individu dan badan hukum.
Belakangan ini publik digemparkan dengan kasus pagar laut di Tangerang, Banten. Teranyar, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Republik Indonesia (RI) sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengatakan pada Rabu (22/1) bahwa pihaknya sedang menginvestigasi petugas yang bekerja di Kantor Pertanahan Tangerang.
Apa itu SHGB?
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) adalah sertifikat yang diberikan kepada seseorang untuk membangun serta memiliki bangunan di tanah yang bukan miliknya. Soal HGB ini telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Beradasarkan Pasal 35 ayat (1) UUPA, HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Selanjutnya, dalam Pasal 35 ayat (2) UU tersebut berbunyi, “Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.”
Hal itu berarti HGB diberikan untuk jangka waktu 30 tahun dan bisa diperpanjang sampai 20 tahun. Lalu, dalam Pasal 35 ayat (3) UUPA tertulis bahwa HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Dalam Pasal 36 ayat (1) UUPA, yang dapat mempunyai HGB ialah Warga Negara Indonesia (WNI) atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Selanjutnya, di ayat (2) dalam pasal tersebut berbunyi “Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.”
Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh HGB, jika dia tak memenuhi syarat-syarat tersebut. Selain itu, jika HGB yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu dihapus karena hukum dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Subjek dan objek HGB
Subjek HGB
- Warga Negara Indonesia (WNI).
- Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Objek HGB
- Tanah negara.
- Tanah hak pengelolaan.
- Tanah hak milik, dengan persetujuan pemilik tanah.
Dasar Hukum HGB
Hak Guna Bangunan atau HGB juga diatur lebih lanjut lewat sejumlah peraturan turunan, termasuk PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah dan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Dalam Pasal 37 ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 2021 tersebut berbunyi “Hak guna bangunan di atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.”
Hal ini bermaksud bahwa HGB diberikan untuk jangka waktu maksimal adalah 30 tahun, dengan dapat diperpanjang sampai 20 tahun serta pembaruannya hingga 30 tahun. Seusai jangka waktu tersebut, tanah kembali menjadi milik negara atau pemilik tanah sebelumnya, tergantung jenis tanah yang dimanfaatkan.
Cara mengurus SHGB
Pengurusan SHGB bisa dilakukan lewat Kantor Pertanahan atau BPN setempat. Berikut cara mengurus SHGB:
1. Persyaratan dokumen
Individu: Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan dokumen pajak terkait yakni Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Surat Setoran Pajak (SSP) atau Pajak Penghasilan (PPh).
Badan hukum: Akta pendirian, izin penggunaan tanah, dan dokumen pajak.
2. Pengajuan permohonan
Pemohon mengajukan pemohonan dengan menyerahkan dokumen lengkap ke Kantor Pertanahan setempat.
3. Verifikasi dan pengukuran
Tim BPN bakal memeriksa atau mengecek kelengkapan dokumen, mengukur tanah, serta mengevaluasi aspek yuridis dan fisik tanah.
4. Penerbitan sertifikat
Setelah disetujui, maka sertifikat HGB akan diterbitkan dan diserahkan kepada pemohon.
Pembaruan dan perpanjangan HGB
Permohonan perpanjangan HGB bisa diajukan sebelum masa berlaku berakhir, dengan memenuhi syarat sebagai berikut.
- Tanah digunakan sesuai tujuan awal pemberian HGB.
- Pemegang hak masih memenuhi kriteria sebagai subjek HGB.
- Tanah tak masuk dalam rencana penggunaan untuk kepentingan umum.
- Kalau HGB berakhir, pembaruan dapat diajukan maksimal dua tahun sesudah masa berlaku habis.
Penghapusan HGB
Hak Guna Bangunan atau HGB bisa berakhir, karena hal-hal di bawah ini.
- Berakhirnya jangka waktu pemberian atau perpanjangan.
- Pembatalan oleh Menteri ATR/BPN akibat pelanggaran kewajiban atau cacat administrasi.
- Perubahan status menjadi hak lain, contohnya Sertifikat Hak Milik (SHM).
- Tanah ditetapkan sebagai tanah terlantar atau musnah.
Perbedaan SHGB dan SHM
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah sertifikat yang menunjukkan kepemilikan tertinggi dan penuh atas tanah dan bangunan di Indonesia. Soal hak nilik ini juga telah diatur dalam UUPA.
Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUPA, hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Namun dalam Pasal 20 ayat (2) UU tersebut berbunyi “Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.”
Kemudian dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA tertuliskan bahwa hanya WNI yang dapat mempunyai hak milik. Lalu, dalam Pasal 21 ayat (3) berbunyi, “Orang asing yang sesudah berlakunya UU ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula WNI yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UU ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.”
Dengan SHM, Anda mempunyai hak penuh atas tanah dan bangunan tanpa batasan waktu. Selain itu, kepemilikan SHM lebih stabil dan aman karena tak perlu diperpanjang. Bahkan biasanya properti yang memiliki status SHM itu harganya jauh lebih tinggi di pasaran.
Ada beberapa perbedaan SHGB dan SHM, yaitu:
- Kepemilikan: HGB hanya memberikan hak atas bangunan, sedangkan SHM memberikan hak atas tanah dan bangunan.
- Jangka waktu: HGB mempunyai masa berlaku biasanya sampai 30 tahun, sedangkan SHM berlaku selamanya.
- Harga jual: Harga properti dengan SHM biasanya lebih mahal.
Demikianlah penjelasan tentang SHGB, salah satu jenis hak atas tanah di Indonesia. Semoga bermanfaat.