Pertamina NRE Mau Produksi Biochar di Lahan Bekas Tambang
Biofuel, geothermal, hidrogen, & CCS/CCUS jadi prioritas.
Fortune Recap
- Biochar digunakan sebagai penambah tanah untuk meningkatkan kesuburan dan dapat menghasilkan bio-oil dan syngas.
- Pengembangan biochar belum menjadi prioritas energi baru terbarukan Pertamina NRE, yang lebih fokus pada biofuel, hidrogen, panas bumi, dan teknologi CCS/CCUS.
Jakarta, FORTUNE - PT Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) tengah menjajaki peluang produksi Biochar dari lahan-lahan bekas tambang di Indonesia. CEO Pertamina NRE, John Anies, mengatakan pihaknya telah mendiskusikan pemanfaatan lahan bekas tambang yang berpotensi mengandung biochar dan dapat ditanami tanaman untuk biofuel.
Biochar adalah bahan arang yang dihasilkan melalui pirolisis biomassa (proses pemanasan bahan organik tanpa oksigen) seperti limbah pertanian, kayu, atau tanaman tertentu. Biochar digunakan sebagai penambah tanah untuk meningkatkan kesuburan, mencegah degradasi tanah, dan menyerap karbon di dalam tanah. Biochar juga dapat menghasilkan bio-oil dan syngas sebagai produk sampingan.
"Kami telah mendiskusikan potensi lahan bekas tambang yang mengandung banyak biochar, yang sebenarnya dapat membantu membuat lahan lebih produktif. Ini adalah salah satu area potensial di mana kita juga dapat menanam bahan baku biofuel. Kami sedang bekerja pada solusi bersama dengan produsen listrik swasta (IPP) dan sudah memulai diskusi dengan mereka," ujarnya dalam acara CEO Climate Talks: Enhancing Ambition on Renewable Energy di Indonesia Pavilion COP 29, Senin (11/11).
Meski demikian, lanjut John, pengembangan biochar memiliki tantangan tersendiri, tidak hanya terkait dengan tanah area bekas tambang, melainkan juga topografi lokasi. Oleh karena itu, biochar belum menjadi prioritas energi baru terbarukan yang akan dikembangkan Pertamina NRE sejauh ini. Sebab, dalam peta jalan yang dibuat perusahaannya, pengembangan energi baru dan terbarukan akan difokuskan pada biofuel, hidrogen, panas bumi, serta pengembangan teknologi CCS/CCUS.
Menentukan prioritas, menurut John, penting karena pengembangan energi baru terbarukan penuh dengan tantangan dan sangat dinamis. Di sisi lain, teknologi yang terus berkembang menciptakan solusi-solusi yang mendukung bisnis ke arah yang lebih hijau.
"Masalah yang kita hadapi saat ini memaksa kita untuk menentukan prioritas. Misalnya, kita ingin lebih fokus pada biofuel, tetapi masalahnya tidak sederhana. Pertama, Anda harus menemukan lahan yang cocok untuk bahan baku, kemudian bahan bakunya sendiri. Kita tidak ingin bersaing dengan pangan, bukan? Persaingan dengan pangan tidak pernah baik. Lalu, ada logistik dan faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan," katanya.
"Hal yang sama berlaku untuk hidrogen. Awalnya, kita berbicara tentang elektrolisis dengan tanaman dan sebagainya, tetapi sekarang kita membahas oksida padat. Teknologi terus berkembang, tetapi kita menyesuaikan strategi kita dengan situasi," ujar John.