Skema Power Wheeling Masuk RUU EBET, IESR Sebut Dapat Tarik Investasi
Skema power wheeling ikuti ketentuan UU Ketenagalistrikan.
Jakarga, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengonfirmasi bahwa skema Power Wheeling akan masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Eniya Listiani Dewi, mengatakan skema tersebut akan mengacu pada Undang-Undang No.30/2009 tentang ketenagalistrikan.
Beleid tersebut memperbolehkan skema sewa jaringan yang meliputi semua biaya berkaitan dengan penyewaan jaringan transmisi dan/atau distribusi tenaga listrik. Skema power wheeling sendiri memperbolehkan pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) membangun pembangkit dan menjual listrik langsung ke masyarakat lewat jaringan transmisi yang dibangun negara.
"Itu sama persis yang kita cantumkan di RUU EBET. Hanya penekanan kami ada di kata-kata bahwa untuk khusus renewable energy," ujarnya di JCC Senayan, seperti dikutip Antara.
"Mudah-mudahan dengan wording yang sama tetapi penekanan renewable energy-nya bisa terakselerasi. Bahasa sewa jaringan, terus ketentuan-ketentuan yang tercantum itu sama dengan yang sudah ada di undang-undang ketenagalistrikandan serta sudah berjalan. Untuk harga dan penggunaannya itu ditentukan oleh Menteri ESDM," katanya.
Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai diaturnya skema power wheeling dalam RUU EBET akan mempercepat pengembangan dan adopsi energi terbarukan di Indonesia, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap tercapainya target bauran energi terbarukan, dan net zero emission (NZE) atau netral karbon pada 2060 atau lebih awal.
Selain itu, IESR memandang aturan power wheeling untuk energi terbarukan dalam RUU EBET sepatutnya didukung para pembuat kebijakan karena dapat meningkatkan keandalan pasokan listrik, efisiensi biaya operasional, serta mendorong perluasan jaringan listrik
Aturan itu juga dapat memungkinkan peningkatan kerja sama antara di antara wilayah usaha, dan memungkinkan aplikasi teknologi energi terbarukan yang lebih luas untuk mendukung dekarbonisasi sektor industri dan transportasi, serta mengurangi beban PLN untuk membeli listrik dari pengembang.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, mengatakan skema power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan listrik bukan hal baru. UU ketenagalistrikan telah mengaturnya, namun tidak dijalankan.
Ia juga mengatakan bahwa power wheeling merupakan keniscayaan dengan struktur pasar kelistrikan Indonesia saat ini, yaitu dioperasikan oleh perusahaan tunggal dan di bawah pengawasan pemerintah.
“PLN sebagai pemegang wilayah usaha terintegrasi mendapatkan hak membangun dan mengoperasikan sistem transmisi, sementara pelaku usaha lain tidak mendapatkan hak tersebut. Oleh karena itu, jaringan listrik seharusnya dapat diakses oleh pihak lain untuk menyalurkan listrik dari pembangkit ke pengguna, yang pada gilirannya memberikan pendapatan bagi PLN melalui biaya sewa jaringan,” ujar Fabby dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (10/7).
IESR menilai penerapan skema power wheeling untuk energi terbarukan juga merupakan langkah efisien untuk mengurangi biaya pengembangan infrastruktur transmisi dan distribusi, dan menekan biaya keandalan (reliability cost) dengan mengoptimalkan infrastruktur yang sudah ada dibandingkan membangun jaringan baru.
Menurut Fabby, pengaturan renewable power wheeling harus dilakukan secara ketat sehingga dapat menjaga keandalan dan keamanan pasokan listrik bagi konsumen dan tidak merugikan pemilik jaringan dan operator sistem.
Pengaturan tersebut menyangkut perhitungan tarif wheeling (wheeling charge), yang harus memasukkan komponen biaya kerugian sistem, biaya keandalan, layanan tambahan, dan biaya cadangan, serta pengembangan sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik.
“Pemerintah perlu menyusun panduan aturan yang jelas tentang metode perhitungan tarif wheeling sehingga tidak merugikan pemilik jaringan dan operator sistem,” kata Fabby.
Dapat menarik investasi EBT
Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR, mengatakan keberadaan power wheeling dapat menarik investasi di Indonesia, terutama dari perusahaan multinasional yang memiliki target menggunakan 100 persen energi terbarukan pada 2030.
Kepastian akses ke listrik energi terbarukan akan membantu perusahaan semacam itu memenuhi target dekarbonisasi dan menerapkan strategi dekarbonisasi melalui elektrifikasi rantai pasoknya.
Di sisi lain, peningkatan permintaan energi terbarukan akan mendorong perluasan jaringan listrik.
Deon mengusulkan agar pemerintah menyiapkan aturan yang mendorong pembangunan dan penguatan jaringan listrik lebih optimal melalui perencanaan jaringan yang berorientasi pada penyerapan listrik energi terbarukan.
“Adanya power wheeling akan membuka permintaan energi terbarukan dari pelanggan, utamanya kelompok industri, sehingga menarik pengembangan proyek energi terbarukan dan integrasi ke jaringan PLN. Selama ini, banyak potensi energi terbarukan tidak dapat dikembangkan karena harus menunggu listriknya dibeli oleh PLN,” ujar Deon.