Xurya Sebut Investasi ESG Jalan Terus Meski Ekonomi Sedang Labil
Bisnis PLTS atap terus mengalami pertumbuhan.
Jakarta, FORTUNE – Startup pengembang proyek tenaga surya, Xurya, optimistis investasi dalam bidang berkelanjutan akan jalan terus meski kondisi perekonomian saat ini dipandang sulit diprediksi. Mereka percaya perusahaan yang mulai mengalolakasikan dana untuk menerapkan ESG (environmental, social, governance) justru akan memperoleh manfaat ekonomi.
Co-Founder dan VP of Operations Xurya, Philip Effendy, menyatakan perusahaan yang mengalokasikan belanja modal (capex) untuk urusan keberlanjutan tentu memiliki pertimbangan tertentu untuk mendapatkan imbal hasil positif. Namun, dengan tidak menentunya perekonomian, perusahaan mungkin saja berpikir untuk menghemat anggaran sehingga investasi untuk urusan ESG pun tertunda.
Di sisi lain, ada tantangan return on investement (RoI) investasi hijau yang cenderung kecil.
Philip yakin perekonomian akan kembali bergairah dalam 5–10 tahun mendatang. Jadi, "daripada menunda" investasi ESG, katanya kepada Fortune Indonesia dalam acara Climate Impact Innovations Challenge 2023 di Jakarta, Rabu (1/3), ketika merespons pemangkasan investasi ESG banyak perusahaan menyusul resesi dan inflasi, "mending mulai dari sekarang."
Perusahaan konsultan India, Infosys, melaporkan perusahaan lebih termotivasi untuk menerapkan ESG hanya demi kepentingan reputasi semata alih-alih menangguk untung. Menurut mereka, perusahaan secara umum memiliki kekhawatiran ihwal anggaran, waktu pengembalian investasi, serta pertanyaan mengenai apakah akan ada imbal hasil dari investasi ESG. Laporan 2022 itu disusun berdasar atas jajak pendapat terhadap 2.500 perusahaan besar di Amerika Serikat, Eropa, Australia, Selandia Baru, India, dan Cina
Kemudian, survei KPMG pada pertengahan 2022 terhadap lebih dari 1.300 CEO secara global menunjukkan 59 persen respondennya berencana "menghentikan sementara atau mempertimbangkan kembali" upaya ESG dalam waktu enam bulan.
Manfaat ekonomi
Xurya justru mulai berfokus membangun ESG seiring prospek manfaat ekonomi yang besar pada masa mendatang. Mereka percaya perusahaan yang tidak menerapkan prinsip keberlanjutan dalam proses produksinya dapat ditinggalkan oleh pelanggannya. Apalagi, prinsip ESG telah menjadi acuan untuk diterapkan secara global.
“Ada economic benefit untuk doing sustainability dari sekarang untuk masa depan, karena dia punya pendapatan ke depan bisa dihargai lebih tinggi dibandingkan produksi dari nonsustainable,” kata Philip.
Pada kasus Xurya, perusahaan yang memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap bisa menghemat bujet energinya sekitar 20 sampai 30 persen. “Sementara uang dari bujet yang dihemat ini mungkin bisa diberikan untuk kompensasi karyawan, sehingga karyawan perusahaan itu bisa menjadi lebih senang,” katanya.
Philip menyatakan pertumbuhan bisnis Xurya positif karena jumlah perusahaan yang memasang PLTS atap tumbuh dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir. Dia menyebutkan perusahaan akan berfokus untuk memperdalam pasar PLTS atap untuk segmen industri ke depan.
“Sejauh ini kami sudah mengoperasikan 100 PLTS atap di perusahaan,” ujarnya.
Pada akhir tahun lalu, Xurya meraih pendanaan dari raksasa Jepang, Mitsui & Co., dan PT Surya Semesta Internusa Tbk.
Sebelumnya, Xurya mendapat pendanaan seri A senilai US$21,5 juta pada Desember 2021 dari East Ventures (Growth fund), Saratoga, Schneider Electric, dan New Energy Nexus. Dengan pendanaan terbaru, startup tersebut mengantongi US$33 juta atau sekitar Rp510 miliar secara total.
Dana akan dialokasikan untuk perluasan pembangunan PLTS demi mempercepat transisi energi bersih dan berkelanjutan bagi perusahaan di Indonesia.
Mitsui dan Surya Semesta Internusa merupakan partner strategis Xurya untuk menjangkau perusahaan-perusahaan di dalam negeri.