Jakarta, FORTUNE – Kementerian Keuangan akan melanjutkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai peredam guncangan (shock absorber), di tengah tekanan harga komoditas global, khususnya harga pangan dan energi. Kondisi ini tersebut akan berdampak cukup besar pada harga-harga domestik dan daya beli masyarakat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu, mengatakan bahwa indikator utama yang menunjukkan peranan dan efektifitas APBN salah satunya dari tingkat kemiskinan yang menurun.
“Program PC-PEN yang diimplementasikan oleh pemerintah, yang salah satunya menyasar kesejahteraan penduduk turut berperan dalam menjaga daya beli masyarakat dan mendukung perbaikan indikator tingkat kemiskinan,” ujarnya di laman Kemenkeu, Selasa (19/7).
Lebih lanjut, Febrio menegaskan bahwa APBN telah berperan penting sebagai shock absorber dengan kemampuannya meredam kenaikan tekanan harga komoditas global. “Jika tekanan harga komoditas global dibiarkan tertransmisi pada harga-harga domestik, inflasi Indonesia kemungkinan akan setinggi inflasi di banyak negara. Dampaknya adalah kenaikan tingkat kemiskinan penduduk,” katanya.
Menurunnya tingkat kemiskinan
Berdasarkan data Kemenkeu, tingkat kemiskinan Indonesia menurun ke angka 9,54 per Maret 2022, dari semula 9,71 persen di bulan September 2021. Sementara, pada Maret 2021, tingkat kemiskinan berada di 10,14 persen.
Hal ini terjadi, meski ambang batas garis kemiskinan Indonesia meningkat di tengah berbagai risiko perekonomian global. Ambang batas garis kemiskinan pada Maret 2022 meningkat sebesar 4 persen menjadi Rp505.469 dari sebelumnya Rp486.168 pada September 2021.
Dia menambahkan, pada Maret 2022, perbaikan tingkat kemiskinan merata, baik di perdesaan maupun perkotaan. Secara spasial, tingkat kemiskinan di perkotaan menurun menjadi sebesar 7,50 persen. Sementara itu, angka penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan menjadi 12,29 persen.
Kebijakan yang krusial
Febrio menyatakan, kebijakan pemerintah untuk mempertahankan harga jual energi domestik menjadi sangat krusial untuk mencegah meningkatnya angka kemiskinan penduduk.
Di sisi lain, pemerintah akan terus meningkatkan kualitas dan efektivitas belanja serta memperkuat program-program yang memberikan perlindungan pada masyarakat.
“Pemerintah akan terus berupaya menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional sehingga akan menciptakan kesempatan kerja baru. Upaya menjaga kesehatan fiskal juga cukup krusial sehingga dapat berperan optimal sebagai shock absorber yang mampu meredam gejolak yang terjadi sehingga masyarakat khususnya kelompok miskin dan rentan dapat tetap terlindungi,” ucap Febrio.
Harapan pada pertumbuhan ekspor
Febrio berharap pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua hingga akhir tahun 2022 baik, melalui peningkatan ekspor Juni 2022. Dengan demikian, pemulihan ekonomi dan kejahteraan masyarakat tetap kuat.
Ekspor Indonesia, pada Juni 2022 mencapai US$26,09 miliar, meningkat dari Mei 2022 yang mencapai US$21,51 miliar. Sedangkan di sisi lain, impor Juni 2022 tercatat sebesar US$21,00 miliar, naik dari pencapaian Mei 2022 di angka US$18,60 miliar.
Menguatnya impor dan ekspor Indonesia, kata Febrio, mendorong surplus neraca perdagangan Juni 2022 sebesar US$5,09 miliar. Adapun sektor nonmigas surplus US$7,23 miliar, sedangkan sektor migas defisit US$2,14 miliar. “Kinerja neraca perdagangan menunjukkan bahwa kenaikan ekspor memapu menyerap risiko kenaikan harga komoditas global di sisi impor,” ujarnya.