Jakarta, FORTUNE - Kemajuan teknologi digital telah mendorong banyak orang untuk menciptakan inovasi yang mempermudah aktivitas keuangan.
Salah satu inovasi tersebut ditandai oleh maraknya perusahaan financial technology (Fintech), yang membutuhkan sebuah mekanisme uji coba seperti Regulatory Sandbox, untuk mengatasi risiko pelanggaran hukum dan kerugian konsumen.
Melansir beberapa sumber, berikut ini Fortune Indonesia akan mengulas serba serbi regulatory sandbox.
Pengertian Regulatory Sandbox
Mengutip OJK, Regulatory sandbox adalah program uji coba terbatas yang dirancang untuk membantu perusahaan fintech mengembangkan dan menguji inovasi mereka dalam lingkungan yang terkendali.
Program ini biasanya berlangsung selama 6-12 bulan dan berada di bawah pengawasan regulator, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia.
Dalam periode ini, perusahaan fintech mendapatkan pendampingan administratif dan operasional untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan dan menghindari pelanggaran.
Konsep tersebut pertama kali diperkenalkan di Inggris dan kemudian diadopsi oleh berbagai negara, seperti Malaysia, Singapura, China, Amerika Serikat, dan Australia.
Di Indonesia, OJK mengimplementasikan regulatory sandbox melalui Peraturan OJK Nomor 13/POJK.02/2018.
Tujuan dan Manfaat
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebut bahwa program ini memiliki berbagai tujuan, di antaranya:
- Meningkatkan Keamanan dan Kepercayaan Konsumen
Dengan pengujian yang terkontrol, regulator dapat memastikan bahwa inovasi yang dihasilkan perusahaan fintech memenuhi standar keamanan dan melindungi konsumen dari risiko. - Mendukung Inovasi Teknologi
Regulatory sandbox memberikan ruang bagi perusahaan untuk bereksperimen dan memahami ekspektasi regulator tanpa tekanan langsung dari persyaratan penuh peraturan. Hal ini membuka peluang bagi perusahaan untuk menciptakan teknologi yang lebih bermanfaat. - Mengasah Efektivitas Kebijakan
Uji coba dalam lingkungan terbatas memungkinkan regulator mengevaluasi efektivitas regulasi sebelum diberlakukan secara luas. Dengan cara ini, kebijakan dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pasar sekaligus melindungi konsumen. - Mendorong Kolaborasi Regulator dan Pelaku Usaha
Konsep regulatory sandbox juga menjadi sarana kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta. Pendekatan co-regulation melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk menciptakan kebijakan yang fleksibel dan adaptif terhadap dinamika ekonomi digital.
Tahapan dalam Regulatory Sandbox
Untuk bergabung dalam program ini, perusahaan fintech harus melalui sejumlah proses penilaian, seperti penilaian internal, yang meliputi aspek manajemen, reputasi, kebaruan produk, dan pendanaan; serta penilaian eksternal, yang menyoroti aspek persaingan usaha, perlindungan konsumen, dan mekanisme penyelesaian sengketa.
Setelah menyelesaikan uji coba, perusahaan dapat menerima salah satu dari tiga status, yakni: Layak untuk terdaftar dan beroperasi penuh; Diminta melakukan perbaikan pada model bisnis atau tata kelola; Tidak layak untuk terdaftar di OJK.
Lebih dari Sekadar Fintech
Regulatory sandbox menjadi alat penting untuk menjaga keseimbangan antara inovasi dan perlindungan konsumen. Program ini memungkinkan pemerintah dan pelaku usaha berkolaborasi menciptakan ekosistem yang aman, inovatif, dan inklusif.
Selain berfokus pada fintech, konsep ini juga relevan untuk sektor lain, seperti kesehatan dan pertanian.
Misalnya, layanan telemedisin dapat diuji dalam kerangka ini untuk memastikan keandalan dan kepatuhannya terhadap regulasi sebelum diimplementasikan secara luas.
Dengan demikian, regulatory sandbox tidak hanya mendukung pertumbuhan fintech, tetapi juga memperkuat fondasi ekonomi digital secara keseluruhan.