Definisi Fintech, Sejarah Hingga Perkembangan di Indonesia
Fintech di Indonesia terus berkembang.
Jakarta, FORTUNE - Perkembangan financial technology (Fintech) di Indonesia terus menunjukkan tren positif. Sebagai gambaran, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lonjakan tajam dalam pembiayaan konsumtif masyarakat yang menggunakan skema Beli Sekarang Bayar Nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL). Per Agustus 2024, pembiayaan BNPL mengalami kenaikan sebesar 89,20 persen secara tahunan (year on year), dengan total nilai mencapai Rp7,99 triliun.
Namun, apa sebenarnya fintech itu, dan bagaimana teknologi keuangan ini dapat tumbuh di Indonesia? Fintech adalah inovasi yang menggabungkan teknologi dengan layanan keuangan, menciptakan solusi untuk mempermudah berbagai transaksi keuangan sehari-hari.
Misalnya, layanan yang saat ini sudah familiar seperti pinjaman online (pinjol), e-banking, hingga kartu kredit adalah bagian dari fintech. Tujuan utamanya adalah memberikan kemudahan dan efisiensi dalam layanan keuangan, baik untuk individu maupun bisnis. Merangkum IDN Times dan berbagai sumber, berikut pembahasan mengenai fintech dan seluk beluknya.
Sejarah Awal Fintech
Fintech tidak lepas dari perkembangan teknologi komputer dan jaringan internet sejak tahun 1960-an hingga 1970-an. Kemunculan teknologi ini memungkinkan terciptanya big data dan sistem pencatatan elektronik yang dimanfaatkan oleh sektor perbankan dan keuangan.
Salah satu contoh awalnya adalah E-Trade, sebuah perusahaan asal California yang pada tahun 1982 mulai menggunakan layanan perbankan elektronik bagi investornya. Kemajuan teknologi ini kemudian membuka jalan bagi pengembangan layanan perbankan digital yang semakin luas.
Tahun 1998 menjadi momen penting bagi perkembangan fintech, di mana perbankan global mulai meluncurkan layanan online banking untuk nasabah mereka. Sejak saat itu, layanan fintech terus berkembang, memudahkan akses terhadap berbagai produk keuangan bagi masyarakat luas.
Masuknya fintech ke Indonesia
Di Indonesia, fintech mulai berkembang setelah kemunculan Zopa, perusahaan peer-to-peer lending pertama yang didirikan di Eropa pada tahun 2005. Model bisnis ini segera menyebar ke seluruh dunia, termasuk Amerika, Cina, dan akhirnya Indonesia.
Di Indonesia, fintech mendapat perhatian khusus dengan dibentuknya Asosiasi Fintech Indonesia (AFI) pada tahun 2015. Tujuan dari asosiasi ini adalah menjadi mitra bagi pelaku fintech untuk mendorong pertumbuhan ekosistem fintech yang sehat dan berkelanjutan.
Nama-nama perusahaan fintech lokal mulai bermunculan pada tahun 2016, dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi perkembangan industri ini. Melansir laman East Ventures, perjalanan fintech di Indonesia dimulai dengan fokus memfasilitasi pembayaran online, sebagai respons terhadap maraknya transaksi online dan e-commerce.
Startup pionir seperti Xendit, salah satu perusahaan portofolio East Ventures di bidang fintech, secara signifikan membantu menyempurnakan arus pembayaran dan menyediakan infrastruktur pembayaran bagi perusahaan rintisan lokal dan regional.
Sebagai bagian dari evolusi digitalisasi transaksi tunai, beberapa pemain mulai menawarkan uang elektronik di dompet digital, seperti GoPay dari GoTo, dan pemain lainnya. Beberapa pihak telah mencoba menggabungkan terminal pembayaran di toko offline menjadi satu terminal atau menyediakan produk POS seluler, seperti Moka, yang juga didukung oleh East Ventures dan diakuisisi oleh Gojek pada tahun 2020, sebagai alternatif yang lebih murah dibandingkan sistem POS tradisional.
Fintech mempercepat inklusi keuangan
Kehadiran platform fintech juga mempercepat inklusi keuangan di kota-kota tier 2 dan 3, yang sebelumnya belum tersentuh infrastruktur pembayaran non-tunai. Misalnya, Kudo menawarkan solusi inovatif untuk pasar yang belum dimanfaatkan. Grab mengakusisi Kudo pada tahun 2017.
Arah fintech Indonesia juga berkembang menjadi solusi untuk keuangan bagi masyarakat. Contohnya platform pinjaman online bagi konsumen, Julo. Fintech ini menyediakan dua lini bisnis utama, yakni layanan langsung ke konsumen dan business-to-business-to-consumer (B2B2C).
Fintch juga bertransisi ke solusi perbankan digital untuk UKM dan startup. Hal ini dilatari proporsi usaha kecil dan menengah (UKM) yang tidak mempunyai rekening bank (unbanked) dan memiliki akses fasilitas perbankan yang terbatas (underbanked) sama-sama besar. Startup pinjol telah mengembangkan model bisnis mereka dari model peer-to-peer yang sederhana menjadi perbankan digital, yang sering kali dicapai dengan mengakuisisi bank, atau mendapatkan izin Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) di Indonesia. Contohnya adalah KoinWorks, salah satu perusahaan portofolio East Ventures.
Startup di sektor ini juga melakukan diversifikasi dengan ruang lingkup yang lebih spesifik. Misalnya, Komunal yang fokus melayani Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di seluruh Indonesia, dan saat ini bekerja sama dengan lebih dari 15 persen BPR di Indonesia. Hijra Bank (sebelumnya dikenal sebagai ALAMI) melayani sektor keuangan Islam. Sejumlah fintech juga menawarkan skema pembayaran gaji lebih awal (early wage access) kepada karyawan. Beberapa juga menawarkan solusi keuangan tertanam yang memungkinkan perusahaan non-fintech menyediakan beberapa bentuk produk pinjaman.
Jumlah perusahaan fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK hingga Juli 2024 ada 98 perusahaan. Jumlah itu berkurang setelah OJK mencabut izin TaniFund pada Mei 2024, serta Dhanapala dan Jembatan Emas pada Juli 2024.