Jakarta, FORTUNE - Tren investasi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Dalam studi Populix bertajuk “Unlocking Insights into Digital Investment Trends”, ditemukan bahwa 47 persen responden percaya Investasi Digital dapat lebih menguntungkan dibandingkan investasi secara konvensional, seperti tabungan dan deposito.
Riset Populix Unlocking Insights into Digital Investment Trends mengulas lebih lanjut bagaimana akselerasi digital turut mendorong pertumbuhan tren investasi di Indonesia. Survei dilakukan secara online terhadap total 1.024 responden, laki-laki dan perempuan berusia 17-55 tahun di Indonesia.
Co-Founder dan CEO Populix, Timothy Astandu, mengatakan peningkatan tren investasi digital membutuhkan dukungan tidak hanya dari platform investasi yang terpercaya, tetapi juga dari literasi keuangan, khususnya terkait aktivitas investasi.
Dengan pemahaman yang lebih komprehensif, semakin banyak orang akan merasa percaya diri untuk mengeksplorasi investasi digital.
“Penyederhanaan konsep investasi yang kompleks akan mendorong inklusi keuangan yang lebih luas, memungkinkan lebih banyak orang membuat keputusan yang tepat sesuai dengan tujuan keuangan mereka di era ekonomi digital saat ini,” katanya dikutip dari keterangan resmi, Kamis (29/8).
KSEI mencatat peningkatan jumlah investor pasar modal mencapai 11 persen (ytd), dari 12,17 juta investor pada tahun 2023 menjadi 13,45 juta investor sampai dengan 9 Agustus 2024. Di tengah pertumbuhan positif tren investasi ini, generasi muda menyumbang peran besar. Menurut data KSEI, 54,96% investor individu berusia di bawah 30 tahun.
Pemahaman responden
Berdasarkan survei Populix, mayoritas (55 persen) responden memiliki pemahaman mendasar seputar investasi digital, terutama pada instrumen Reksa Dana dan Saham.
Namun, studi ini memperlihatkan polaritas pemahaman di kalangan responden terhadap perbedaan antara investasi digital dan konvensional, seperti tabungan atau deposito.
Sebanyak 42 persen responden telah memiliki pemahaman yang jelas tentang perbedaannya, 44 persen mengaku masih memiliki pengetahuan yang terbatas, dan 14 persen tidak mengetahui perbedaannya sama sekali.
Sementara itu, 89 persen responden menyatakan bahwa mereka memahami risiko investasi digital - dengan tingkat pengetahuan yang berbeda-beda - dan cara untuk mengelola risiko tersebut, terutama di kalangan responden laki-laki yang sudah bekerja, tinggal di Jabodetabek dengan SES menengah ke atas.
Namun, masih terdapat kesenjangan pengetahuan yang cukup besar dalam hal mengukur kesuksesan investasi digital, dengan 49 persen menyatakan hanya memiliki sedikit pemahaman dan 18 persen yang menyatakan sama sekali tidak memahami bagaimana cara mengukur kesuksesan investasi digital.
“Studi kami memperlihatkan bahwa kesadaran akan peraturan dan pengawasan terkait investasi digital di Indonesia sangat bervariasi di antara responden. Hampir setengahnya memahami dan familier dengan peraturan tersebut, menunjukkan pemahaman yang kuat tentang regulasi yang berlaku di Indonesia,” kata Timothy.
Sementara itu, kurang dari setengahnya pernah mendengar tentang peraturan, tetapi tidak memiliki pengetahuan mendalam,, dan sebagian kecil sama sekali tidak mengetahui peraturan apa pun yang terkait.
Perilaku investasi digital di Indonesia
Masih menurut survei, sebesar 90 persen responden mengaku mencari terlebih dahulu informasi seputar investasi digital sebelum mereka memulai berinvestasi. Tujuh dari sepuluh responden mencari informasi terkait pasar modal dan investasi selama beberapa kali dalam sebulan.
Laki-laki, mereka yang bekerja, dan mereka yang berasal dari kelas menengah atas cenderung lebih sering mengakses informasi ini. Sebaliknya, perempuan lebih jarang atau bahkan hampir tidak pernah mencari informasi terkait investasi.
Setengah dari responden yang disurvei percaya dengan transparansi dan keamanan investasi digital. Tingkat kepercayaan ini menunjukkan persepsi yang positif terhadap kemampuan platform digital untuk menjaga dan memberikan informasi yang jelas terkait praktik berinvestasi.
Responden memutuskan untuk berinvestasi secara digital utamanya karena kenyamanan untuk melakukan transaksi kapan pun dan di mana pun. Selain itu, kemampuan untuk berinvestasi dengan modal rendah juga menjadi alasan mengapa responden tertarik untuk berinvestasi secara digital.
Di sisi lain, responden mengungkapkan kekhawatiran tentang stabilitas dan keberlangsungan bisnis platform investasi. Mereka khawatir akan kemungkinan kebangkrutan atau masalah operasional platform tempat mereka berinvestasi, serta volatilitas dan fluktuasi pasar. Hal-hal ini menjadi faktor yang menghambat mereka dalam memulai investasi.
Rencana investasi digital
Dengan pemahaman terhadap investasi digital, mayoritas responden (67 persen) menyatakan berencana berinvestasi digital di tahun depan, karena investasi digital dipandang sebagai cara praktis untuk mendapatkan keamanan finansial dan meningkatkan pendapatan, bahkan dengan modal yang minimal.
Sebanyak 74 persen di antaranya menyediakan anggaran modal investasi hingga Rp 5 juta, di mana 33 persen di antaranya memiliki anggaran kurang dari Rp 1 juta.
Adapun rencana investasi ini bertujuan sebagai dana darurat (68 persen), pendapatan tambahan (61 persen), pembelian aset seperti rumah, kendaraan, dan sebagainya (48 persen), dana pensiun (46 persen), dana pendidikan (40 persen), dan diversifikasi portofolio investasi (25 persen).
Sementara itu, satu dari tiga responden menyatakan masih ragu dalam menggunakan investasi digital terutama karena kurangnya pengetahuan tentang investasi digital dan khawatir akan risiko kerugian modal.