Jakarta, FORTUNE - Pemerintah tengah menggodok regulasi baru mengenai pemutihan utang bagi Petani, nelayan, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang kesulitan melunasi kredit.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan bahwa aturan ini mencakup penghapusan buku serta penghapusan tagihan utang yang macet yang ada pada Bank Himbara. Jangka waktu utang yang akan diputihkan masih menjadi pertimbangan, yakni antara dua hingga 10 tahun.
“Kami mengusulkan agar program selama lima tahun, karena dua tahun dinilai terlalu pendek,” kata Erick saat rapat kerja di Komisi VI DPR, Senin (4/11).
Meski pemerintah mengusulkan penghapusan utang, Erick menegaskan bahwa langkah ini tidak berarti pemerintah mengabaikan proses pemulihan.
“Jika program lima tahun ini diterapkan, kondisi perusahaan atau UMKM masing-masing sudah jelas teridentifikasi, dan akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) sesuai Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK),” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah menargetkan kesiapan regulasi berupa rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang nantinya akan menjadi payung hukum pada pekan pertama atau kedua November.
Dia mengatakan hapus buku dan hapus tagih utang lama UMKM adalah bagian dari stimulus pemerintah, yang dilakukan demi memastikan kegiatan perekonomian bisa berputar kembali.
"Ini saya rasa bagian stimulus yang kita dorong, apalagi kita tahu memang daya beli masyarakat dan UMKM pada saat ini sedang terpukul," katanya.
Utang yang timbul akibat krisis keuangan
Sebelumnya, pemerintah berencana mengHapus Utang 6 juta debitur UMKM, yakni petani dan nelayan Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh adik Presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, dalam diskusi ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rabu (23/10).
Hashim menyampaikan utang debitur sektor UMKM tersebut merupakan utang-utang lama yang timbul akibat krisis keuangan yang terjadi pada 1998, 2008, dan krisis keuangan lainnya.
Akibatnya, para petani dan nelayan masih tercatat memiliki utang pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa keuangan (OJK) sehingga tidak dapat mengajukan kredit baru di perbankan.
Padahal, menurut Hashim, utang-utang tersebut telah dibayarkan oleh asuransi perbankan. Namun, hak tagih atas utang tersebut masih tercatat pada perbankan.
“Ternyata semua utang ini sudah dihapusbekukan sudah lama,” kata Hashim.
Jika melihat data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2024, penyaluran kredit perbankan ke sektor pertanian mencapai Rp517,253 triliun per Agustus 2024, naik 6,9 persen secara tahunan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai Rp483,862 triliun.
Dari jumlah tersebut, kredit yang jatuh menjadi macet atau non performing loan (NPL) mencapai Rp10,755 triliun per Agustus 2024, atau secara tahunan naik 14,85 persen ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai Rp9,364 triliun.
Sementara itu, kredit ke sektor perikanan mencapai Rp20,49 triliun per Agustus 2024, atau turun 0,29 persen secara tahunan dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp20,55 triliun.
Dari jumlah tersebut, yang jatuh menjadi NPL mencapai Rp1,11 triliun atau turun 2,10 persen.