Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani peraturan tentang penghapusan piutang macet kepada pelaku UMKM.
Kebijakan tersebut mencakup penghapusan tagihan piutang macet kepada UMKM pada tiga bidang, yaitu pertanian, perkebunan, dan peternakan; perikanan dan kelautan; serta UMKM lainnya seperti mode/busana, kuliner, industri kreatif, dan lainnya.
Prabowo mengatakan kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh masukan dari berbagai pihak, khususnya kelompok tani dan nelayan di seluruh Indonesia. Menurut dia, selama ini pada pelaku UMKM menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan keberlanjutan usahanya.
Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet Kepada UMKM, Pasal 19 menjelaskan kebijakan penghapusan piutang macet berlaku untuk jangka waktu enam bulan sejak berlakunya PP tersebut. Dalam hal ini, bank dan/atau lembaga keuangan non-bank mesti merampungkan amanat aturan tersebut paling lambat pada Mei 2025.
“Kebijakan penghapusan piutang macet pada bank dan/atau lembaga keuangan non-bank BUMN dan piutang negara macet kepada UMKM sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku untuk jangka waktu selama enam bulan terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini,” tulis dalam Pasal 19 PP tersebut, dikutip Senin (11/11).
Pada Pasal 3 ayat (1) dijelaskan, piutang macet pada bank dan/atau lembaga keuangan non-bank BUMN kepada UMKM dilakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan.
Dalam Pasal 4, ketentuan penghapusbukuan piutang macet meliputi piutang yang telah dilakukan upaya restrukturisasi maupun yang telah dilakukan upaya penagihan secara optimal, tetapi tetap tidak tertagih.
Penghapusan piutang macet dalam Pasal 6 memiliki kriteria antara lain nilai pokok piutang macet paling banyak sebesar Rp500.000.000 per debitur atau nasabah; telah dihapusbukukan minimal lima tahun pada saat PP tersebut mulai berlaku; bukan pembiayaan yang dijamin asuransi/penjaminan; serta tidak terdapat agunan kredit atau pembiayaan namun terdapat agunan kredit atau pembiayaan namun dalam kondisi tidak memungkinkan untuk dijual atau agunan sudah habis terjual tetapi tidak dapat melunasi pinjaman/ kewajiban nasabah.
Terkait kebijakan ini yang berpotensi menimbulkan kerugian yang dialami oleh bank dan/atau lembaga keuangan non-bank, Pasal 7 menjelaskan, bahwa kerugian bank bersangkutan bukan merupakan kerugian keuangan negara sepanjang dapat dibuktikan tindakan dilakukan berdasarkan iktikad baik, ketentuan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar, dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Setelah dilakukan penghapusan utang, pihak bank wajib melakukan pemutakhiran data debitur atau nasabah yang diberikan penghapustagihan piutang yang dikategorikan sebagai lunas sesuai kebijakan pemerintah pada sistem layanan informasi keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK).
Lebih lanjut, Pasal 11 ayat (1) menjelaskan bank dan/atau lembaga keuangan non-bank BUMN menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan penghapustagihan piutang macet kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara (BUMN).