Pencucian uang atau money laundering adalah tindakan kriminal yang bertujuan untuk menyembunyikan hasil dari kegiatan ilegal agar tidak terdeteksi oleh sistem keuangan.
Para pelaku sering kali menggunakan metode penyamaran hasil kejahatan melalui mata uang kripto, barang mewah, rekening orang lain, atau mencampurkan dana ilegal dengan pendapatan dari usaha yang sah.
Dilansir situs resmi OJK, istilah pencucian uang awalnya muncul pada tahun 1920 lalu di Amerika Serikat, di mana para mafia memperoleh uang dari tindak kejahatan seperti korupsi, pemerasan, prostitusi, perjudian, serta perdagangan miras dan narkotika
Selanjutnya, para mafia ini menggunakan uang-uang tersebut untuk membeli aset berupa perusahaan sah dan resmi, sehingga menutupi asal-usul uang yang mereka dapatkan dan seolah-olah berasal dari sumber yang sah.
Pencucian uang dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari transaksi keuangan yang sederhana hingga yang kompleks sekalipun.
Di Indonesia, tindakan pencucian uang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Berdasarkan undang-undang tersebut, terdapat beberapa tindakan yang dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang, antara lain:
- Menempatkan, mentransfer, mengalihkan membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
- Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
- Menerima, menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
OJK menilai peran Penyedia Jasa Keuangan (PJK) maupun masyarakat sangat dibutuhkan dalam mencegah terjadinya pencucian uang. Berikut ini peran PJK dan masyarakat yang bisa lakukan.
Peran Penyedia Jasa Keuangan
- Menerapkan program anti pencucian uang melalui Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD) dalam proses penerimaan nasabah, yang meliputi identifikasi, verifikasi, pemantauan, serta pembaruan profil nasabah.
- Melakukan pemantauan dan pembaruan data nasabah.
- Menyimpan data statistik terkait rekening yang telah dilaporkan.
- Mengirimkan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LKTM), dan Laporan Transaksi Keuangan Transfer Dana ke dan dari luar negeri (LTKL) kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Peran masyarakat nasabah PJK
- Wajib memberikan identitas dan informasi yang akurat kepada Pihak Pelapor, termasuk identitas diri, sumber dana, dan tujuan transaksi, dengan mengisi formulir yang disediakan dan melampirkan dokumen pendukung.
- Jika transaksi dilakukan untuk kepentingan pihak lain, setiap orang harus memberikan informasi mengenai identitas, sumber dana, dan tujuan transaksi pihak tersebut.
- Untuk transaksi pengiriman uang, wajib memberikan informasi yang benar tentang pengirim, alamat, penerima, jumlah, jenis mata uang, tanggal pengiriman, dan sumber dana sesuai dengan peraturan yang berlaku.
- Menolak untuk menyimpan dana orang lain di rekening pribadi tanpa kejelasan mengenai asal usul dana.
- Menolak dana yang tidak jelas asal usulnya.
Tips terhindar dari tindak kejahatan pencucian uang
- Tidak membeli aset dengan status kepemilikan yang tidak jelas.
- Menolak sumbangan dana tanpa kejelasan tentang penggunaannya.
- Menolak untuk mendanai pembelian bahan kimia berbahaya yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme.
- Tidak terlibat dalam pengumpulan dana oleh yayasan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi yayasan.
- Menolak membantu dalam distribusi buku, artikel, atau tulisan yang bersifat anarkis atau radikal.