Belum Padankan NIK dengan NPWP Hingga 30 Juni, Ini Sanksinya

WP Pribadi berpotensi terkena tarif pajak lebih tinggi.

Belum Padankan NIK dengan NPWP Hingga 30 Juni, Ini Sanksinya
Ilustrasi penghitungan PPh 21 (Unsplash/@towfiqu999999)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Pemerintah akan menerapkan NIK dan NPWP 16 digit mulai 1 Juli 2024
  • Wajib pajak yang tidak menggunakan NIK dan NPWP 16 digit akan terkena sanksi
  • Tarif lebih tinggi bagi wajib pajak yang belum memadankan NIK dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah akan segera mengimplementasikan secara penuh aturan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 16 digit per 1 Juli 2024.

Artinya, layanan administrasi yang saat ini masih menggunakan NPWP lama (15 digit) harus beralih menjadi NIK dan NPWP 16 digit sebagai penggantinya.

Hal ini tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.136/2023 tentang perubahan atas PMK 112/2022 tentang NPWP bagi wajib pajak orang pribadi, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah.

Dalam Pasal 11 ayat (2) PMK 136/2023, wajib pajak orang pribadi yang tidak menggunakan NIK dan NPWP 16 digit akan terkena sanksi "tidak dapat memanfaatkan layanan administrasi perpajakan dan administrasi pihak lain yang menggunakan NPWP karena status data identitas belum padan dengan data kependudukan."

Adapun layanan administrasi dimaksud berupa:

  • layanan pencairan dana pemerintah;
  • layanan ekspor dan impor;
  • layanan perbankan dan sektor keuangan lainnya;
  • layanan pendirian badan usaha dan perizinan berusaha;
  • layanan administrasi pemerintahan selain yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pajak; dan
  • layanan lain yang mensyaratkan penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Tarif pajak lebih tinggi

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah menyampaikan maklumat bahwa pemberlakuan NIK sebagai NPWP mulai diterapkan secara bertahap per 1 Januari 2024.

NIK dimaksud merupakan NIK yang telah dipadukan dengan NPWP atau terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak.

DJP juga mengumumkan bahwa dalam pembuatan bukti pemotongan Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak yang telah memadankan NIK tidak akan terkena tarif lebih tinggi seperti tertuang dalam Pasal 21 ayat (5a), Pasal 22 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (1a) Undang-Undang PPh. 

Ini mempertimbangkan ketentuan Pasal 2 PMK 136/2023, yang menyebutkan bahwa sejak 14 Juli 2022 wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk harus menggunakan NIK. 

Artinya, jika NIK wajib pajak belum terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak, ia dianggap belum memiliki NPWP.

Dalam Pasal 21 ayat (5a) UU PPh, disebutkan bahwa besaran tarif yang dimaksud sesuai dengan yang diterapkan pada wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 20 persen daripada tarif yang diterapkan pada wajib pajak yang dapat menunjukkan NPWP.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

IDN Channels

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Beban Kerja Tinggi dan Gaji Rendah, Great Resignation Marak Lagi
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil