Jakarta, FORTUNE - Kementerian Pekerjaan Umum dan Rumah dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat angka backlog perumahan saat ini tembus 12,7 juta. Angka tersebut menunjukan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memiliki rumah.
Dari angka tersebut, backlog rumah di perkotaan mencapai 10 juta sementara untuk warga di pedesaan mencapai 2,7 juta. Bahkan, angka backlog tersebut hanya turun tipis dibandingkan pada 2010 yang tercatat 13,5 juta unit. Padahal, pemerintah mentargetkan agka backlog kepemilikan rumah bisa ditekan menjadi 8 juta pada 2045.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Properti Colliers, Aleviery Akbar menilai kinerja Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakat (BP Tapera) belum optimal dan harus terus ditingkatkan. Menurutnya, salah satu hambatan yang jadi penyebab masih tingginya backlog rumah ialah terbatasnya kategori subsidi peserta BP Tapera.
"Peserta BP Tapera masih terbatas pada Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri, dan pegawai BUMN menjadi salah satu penyebab kinerja lembaga tersebut tidak tercapai," kata Aleviery melalui keterangan tertulis yang ditermika di Jakarta, Rabu (30/8).
Penempatan dana subsidi BP Tapera harus fokus ke perumahan
Sementara itu, Pengamat Properti Panangian Simanungkalit juga menyoroti kinerja BP Tapera yang dinilai belum sejalan dengan misi yang dikawal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Keuangan terkait perumahan.
Panangian juga membedah berbagai keputusan BP Tapera termasuk dalam penempatan dana subsidi perumahan yang diterima lembaga tersebut. Sebagai lembaga yang berfokus memenuhi rumah rakyat, lanjutnya, BP Tapera sepatutnya menempatkan dana pada lembaga keuangan yang fokus dalam penyaluran kredit perumahan.
“Penempatan dana yang didapat dari APBN itu kan bukan dengan lembaga keuangan yang fokus di perumahan. Seharusnya tidak bolehlah mikirin cuan. Apapun latar belakangnya, harus ada visi yang sama untuk mempercepat penurunan backlog,” jelas Panangian.
Dengan strategi BP Tapera yang bertolak belakang dari misinya tersebut, tambah Panangian, angka backlog perumahan bisa semakin memburuk. Dia merinci, ketika Presiden Soeharto turun dari jabatannya, angka backlog di Indonesia hanya 5,3 juta unit.
Padahal, Panangian menuturkan saat pidato Wakil Presiden ke-1 Republik Indonesia, M. Hatta di Kongres Perumahan pada 1950, ditargetkan dalam 50 tahun mendatang orang Indonesia harus merdeka dari sisi perumahan.
“Itu artinya pada tahun 2000 angka backlog bisa 0. Tapi kenyataannya, hingga saat ini backlog malah naik dua kali lipat dari 5,3 juta unit menjadi 12,7 juta unit,” tegas Panangian.
Seperti diketahui bersama, BP Tapera telah efektif bekerja sejak 2019 dengan dipimpin satu komisioner beserta empat deputi. Namun, sejauh ini, lembaga yang berada langsung di bawah Presiden tersebut hanya mampu menyalurkan 120 ribu unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), di mana mayoritas merupakan ASN dan pegawai BUMN.