Jakarta, FORTUNE - Sejumlah bank dengan kategori kelas menengah atau Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti tiga (KBMI-III) masih harus mengalami tekanan Laba pada sembilan bulan pertama 2024.
Tingginya biaya dana di industri perbankan nasional menjadi salah satu penyebab penurunan laba yang terjadi di sejumlah bank papan menengah. Mahalnya biaya dana atau cost of fund dan rendahnya pertumbuhan pendapatan bunga telah menjadi biang kerok dari tekanan terhadap laba sejumlah bank tersebut.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), biaya dana perbankan nasional naik sebesar 23 bps sepanjang Januari-Agustus 2024. Kenaikan biaya dana terjadi seiring dengan tren berlanjutnya kenaikan suku bunga dana pihak ketiga (DPK) rupiah yang berlangsung sejak Juli 2023.
Pengamat Ekonomi & Perbankan Binus, Doddy Ariefianto sempat menyatakan bahwa faktor suku bunga acuan yang belum turun, tekanan eksternal seperti kondisi geopolitik yang memanas, inflasi global, dan nilai tukar rupiah yang melemah masih terus memengaruhi kinerja laba perbankan.
Di tengah kondisi tersebut, perbankan masih harus berebut dana murah untuk dapat memperbaiki struktur biaya dana mereka. Problemnya, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) secara nasional pun sulit mengejar pertumbuhan kredit yang masih double-digit.
Laba bersih Danamon dan Maybank Indonesia alami kontraksi
Kondisi itu tercermin dalam kinerja sejumlah bank papan menengah hingga sembilan bulan pertama tahun 2024. Sebagai contoh, bank yang masih bertengger di posisi 10 terbesar dari segi aset, yakni PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon) mencatat penurunan laba bersih sebesar 8,96 persen secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp2,33 triliun pada akhir September 2024.
Jika ditilik dari pendapatan bunga, Danamon masih membukukan pertumbuhan sebesar 18,48 persen per kuartal III-2024. Namun, beban bunganya meningkat lebih tinggi, yakni 51,11 persen (yoy), sehingga pendapatan bunga bersihnya (net interest income) hanya tumbuh sebesar 4,89 persen.
Hal serupa terjadi pada PT Bank Maybank Indonesia Tbk, yang berada di peringkat 14 terbesar dari segi aset. Pada kuartal III-2024, Maybank Indonesia mencatat penurunan laba bersih sebesar 55,2 persen menjadi Rp558 miliar. Bank berkategori KBMI III tersebut masih mampu membukukan pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 10,2 persen menjadi Rp9,65 triliun per akhir September 2024. Hanya saja, beban bunganya mencuat sebesar 29,1 persen menjadi Rp4,32 triliun, sehingga menekan pendapatan bunga bersihnya yang menurun 1,5 persen.
Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) juga mengkhawatirkan kondisi cost of fund. BTN memang belum memaparkan kondisi keuangannya terbaru. Namun, BTN menjadi bank yang harus terus berupaya memperbaiki struktur pendanaannya agar bisa semakin meningkatkan dana murah dan memperbaiki marginnya.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menyatakan bahwa pihaknya merupakan bank yang berbeda dengan bank-bank pada umumnya, karena tugas yang diemban BTN sebagai bank pelaksana penyaluran KPR subsidi yang suku bunganya dipatok maksimal di level 5 persen untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Dengan mayoritas portofolio disalurkan untuk KPR subsdi, kata Nixon, BTN tidak bisa serta-merta menaikkan suku bunga kredit untuk mengkompensasi kenaikan biaya dana.
“BTN memang bank yang berbeda, dalam arti NIM BTN tidak akan sampai di atas 4 persen atau bahkan 5 persen karena suku bunga FLPP itu dipatok di maksimal 5 persen. Dengan suku bunga yang sudah dibatasi, NIM BTN akan berada di sekitar 3,2 persen hingga 3,5 persen,” ujar Nixon dalam paparannya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Rabu (13/11).
Kendati demikian, Nixon mengatakan, BTN tidak tinggal diam untuk meningkatkan perolehan dana murahnya. Salah satu langkah yang diambil yaitu melakukan transformasi digital melalui pengembangan aplikasi BTN Mobile yang dalam kurun waktu satu tahun mampu menarik dua juta pengguna dengan jumlah transaksi yang mencapai tiga juta per harinya. Dari segi pertumbuhan DPK BTN masih naik mencapai 16,4 persen secara tahunan menjadi Rp373,8 triliun hingga Agustus 2024.
“Perkembangan di dunia digital memang luar biasa dan BTN sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini. Hal yang membedakan kami dengan bank-bank BUMN lainnya adalah, BTN Mobile fokus pada konten KPR,” kata Nixon.
DPK bank naik 7,04% di September 2024
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan DPK industri perbankan nasional per September 2024 tercatat sebesar 7,04 persen (yoy) menjadi Rp8.720 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit perbankan meningkat 10,85 persen (yoy) menjadi Rp7.579 triliun pada periode yang sama.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, kondisi tersebut terjadi karena dunia usaha tengah bergerak. “Pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit mencerminkan kebutuhan ekspansi usaha yang lebih tinggi dibandingkan kebutuhan menyimpan dana yang coba mencerminkan normalisasi dunia usaha,” kata Dian belum lama ini.
Secara umum OJK memandang bahwa bank-bank papan atas dan menengah masih optimistis bahwa mereka mampu mencatat pertumbuhan DPK di atas rata-rata industri.