Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) telah menyalurkan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) senilai Rp256,5 triliun hingga Oktober 2024. Penyaluran tersebut diarahkan kepada Perbankan yang menyalurkan kredit ke beberapa sektor prioritas.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, jenis perbankan yang menerima insentif paling besar berasal dari kelompok bank BUMN atau Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) yang mencapai Rp119 triliun.
“Sementara itu, penyaluran untuk Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) sebesar Rp110,2 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp24,6 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) sebesar Rp2,7 triliun,” jelas Perry melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Kamis (17/10).
BI bakal perluas sektor penerima insentif KLM
Perry menjelaskan, saat ini insentif KLM tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas, yaitu hilirisasi minerba dan pangan, UMKM, sektor otomotif, perdagangan dan listrik, gas dan air (LGA), serta sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja usaha korporasi yang terjaga.
Tak hanya itu, bank sentral juga akan memperluas sektor penerima insentif KLM yakni kepada sektor perdagangan, eceran, pertanian dan industri pengolahan padat karya, yang akan menyerap 50 persen pangsa tenaga kerja.
“Kita dalam tahap finalisasi untuk penambahan insentif KLM, ini akan mulai rencananya diberlakukan mulai 1 Januari 2025 akan datang,” kata Perry.
Ia menyebut, ke depannya penguatan KLM dilakukan untuk mendorong peningkatan kredit/pembiayaan pada sektor usaha yang mendukung penciptaan lapangan kerja, serta sektor yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk kelas menengah bawah, segmen UMKM dan Ultra Mikro (UMi) serta sektor hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Bank Indonesia juga akan terus memperkuat efektivitas implementasi kebijakan makroprudensial longgar tersebut dengan sinergi kebijakan bersama Pemerintah, perbankan, serta pelaku dunia usaha, agar benar-benar dapat mendukung peningkatan kredit/pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kredit perbankan diprediksi tumbuh 12%
Perry menambahkan, insentif itu nyatanya juga mendorong penyaluran kredit perbankan. Secara sektoral, pertumbuhan kredit pada mayoritas sektor ekonomi tetap kuat, terutama pada sektor Jasa dunia usaha, perdagangan, industri, pertambangan, dan pengangkutan.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit konsumsi, dan kredit investasi, masing-masing sebesar 10,01 persen (yoy), 10,88 persen (yoy), dan 12,26 persen (yoy) pada September 2024.
Sementara itu, pembiayaan syariah juga tumbuh sebesar 11,37 persen (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh 5,04 persen (yoy), membaik dibandingkan dengan bulan sebelumnya. "Ke depan, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan tetap berada pada kisaran 10-12 persen," kata Perry.