Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) mempertahankan Suku Bunga Acuan atau BI-Rate di level 6,25 persen. Sedangkan untuk suku bunga deposit facility juga tetap pada level 5,50 persen, serta suku bunga lending facility tetap sebesar 7,00 persen. Hal itu tertuang pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Mei 2024.
“Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability, yaitu sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025, termasuk efektivitas dalam menjaga aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar Rupiah,” ungkap Gubernur BI, Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (22/5).
Sementara itu, lanjut Perry, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga diupayakan BI untuk tetap pro-growth dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ekonomi RI tahan hadapi ketidakpastian global
Bank sentral memandang, ekonomi Indonesia tetap berdaya tahan di tengah tingginya ketidakpastian global. Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 tercatat 5,11 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,04 persen (yoy).
“Perkembangan ini didukung oleh permintaan domestik,” kata Perry.
Untuk konsumsi swasta dan Pemerintah juga terus membaik didorong oleh dampak positif pelaksanaan Pemilu 2024 dan hari libur nasional terkait dengan Hari Besar Keagamaan Nasional. Investasi tumbuh baik, terutama ditopang oleh investasi bangunan seiring berlanjutnya pembangunan infrastruktur.
Nilai tukar Rupiah secara bulanan hingga 21 Mei 2024 juga kembali menguat 1,66 persen point to point (ptp), setelah pada April 2024 melemah 2,49 persen (ptp). Perry yakin, penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh dampak positif respons bauran kebijakan moneter BI yang menaikan suku bunga acuan pada April 2024. Bahkan respons kebijakan ini disinyalir mendorong aliran masuk modal asing, terutama ke Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), sebesar US$4,2 miliar hingga 20 Mei 2024.
BI perkirakan bunga acuan The Fed turun di akhir 2024
Meski demikian, BI tetap memperhatikan ketidakpastian pasar keuangan global di tengah prospek perekonomian Amerika Serikat (AS) yang kuat. Perry memandang, ekonomi AS tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik, termasuk fiskal akomodatif, dan kenaikan ekspor.
“Inflasi AS pada April 2024 tetap tinggi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat tersebut, meski melambat dibandingkan dengan inflasi Maret 2024. Perkembangan inflasi ini meningkatkan kemungkinan penurunan Fed Funds Rate (FFR) pada akhir tahun 2024,” ungkap Perry.
Pada saat bersamaan, risiko memburuknya ketegangan geopolitik sejak akhir April 2024 diniali tidak akan berlanjut. Berbagai kondisi ini berdampak positif pada tertahannya penguatan dolar AS secara global dan menurunnya yield US Treasury dibandingkan dengan kondisi pada pertengahan April 2024, meski masih berada pada level yang tinggi.
“Aliran modal ke negara berkembang kembali terjadi dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukarnya,” katanya.
Ke depan, lanjut Perry, risiko terkait arah penurunan FFR dan dinamika ketegangan geopolitik global tetap perlu dicermati karena dapat kembali mendorong kenaikan ketidakpastian pasar keuangan global. Kondisi ini baginya memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.