Jakarta, FORTUNE - Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa Indonesia mengalami Deflasi secara berkepanjangan selama lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024.
Menurut catatan BPS, deflasi pada September saja mencapai 0,12 persen secara bulanan. Terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024.
Menanggapi kondisi tersebut, ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky, memperkirakan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia (BI) masih akan tetap dipertahankan 6 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Oktober 2024.
"BI perlu memerhatikan kemungkinan melemahnya permintaan. Meskipun pemotongan suku bunga telah diterapkan bulan lalu, BI harus memprioritaskan upaya untuk mendorong permintaan agregat jika tren saat ini terus berlanjut," kata Riefky melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (16/10).
Nilai tukar rupiah
Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mencapai Rp15.660 atau mengalami depresiasi di tengah arus modal keluar yang dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik dan ketidakpastian seputar pemilihan umum di Amerika Serikat (AS).
"Pelemahan rupiah beberapa waktu belakangan ini juga kemungkinan mengindikasikan normalisasi nilai rupiah setelah menguat tajam," kata Riefky.
Pada September 2024, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus untuk ke-53 kalinya secara berturut-turut sebesar USD3,26 miliar, naik dari USD2,75 miliar pada Agustus 2024. Itu artinya terjadi peningkatan 17,37 persen (m-t-m), meskipun turun 4,30 persen (y-o-y) dibandingkan dengan September 2023.
Surplus perdagangan yang meningkat pada September 2024 didorong oleh penurunan impor yang lebih tajam daripada ekspor.
Nilai ekspor pada September 2024 mencapai US$22,08 miliar, turun 5,80 persen (m-t-m) dari US$23,44 miliar pada bulan sebelumnya. Sementara itu, impor turun 8,90 persen (m-t-m), dari US$18,02 miliar pada Agustus menjadi US$16,30 miliar pada September 2024.
Suku bunga global dalam tren pelonggaran
Kemudian, suku bunga global berada dalam tren pelonggaran. Rapat Federal Open Market Committee (FOMC) terakhir menunjukkan perubahan arah kebijakan moneter global menuju era pelonggaran.
Di sisi lain, cadangan devisa Indonesia mencatatkan penurunan pertamanya dalam lima bulan terakhir. Cadangan devisa pada September 2024 mencapai US$149,9 miliar atau turun US$300 juta dari bulan sebelumnya yang mencapai level tertingginya sepanjang sejarah, yaitu US$150,2 miliar.
"Penurunan cadangan devisa ini sebagian dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah," katanya.
Dengan demikian, pemotongan suku bunga acuan oleh BI cenderung belum mendesak untuk dilakukan.
"Kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,00 persen untuk saat ini," ujarnya.