Jakarta, FORTUNE - Kebijakan stimulus Restrukturisasi Kredit perbankan untuk dampak Covid-19 telah diberhentikan total pada 31 Maret 2024. Kebijakan yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi. OJK juga menyatakan bahwa industri perbankan telah siap menghadapi pemberhentian stimulus ini.
"OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat atau resilient dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Senin (1/4).
Salah satu indikator kuatnya stabilitas kinerja perbankan tercermin dari kualitas kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) yang tetap terjaga di bawah threshold 5 persen yaitu NPL Gross sebesar 2,35 persen dan NPL Nett sebesar 0,79 persen.
Nilai restrukturisasi tertinggi capai Rp830,2 triliun
Selama empat tahun implementasi, pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp830,2 triliun yang diberikan kepada 6,68 juta debitur pada Oktober 2020, dan merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan, sebanyak 75 persen dari total debitur penerima stimulus adalah segmen UMKM, atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp348,8 triliun.
Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi, tren kredit restrukturisasi terus mengalami penurunan baik dari sisi outstanding maupun jumlah debitur. Pada Januari 2024, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 telah menurun signifikan menjadi sebesar Rp251,2 triliun yang diberikan kepada 977 ribu debitur.
"Berdasarkan evaluasi dan laporan uji ketahanan perbankan menjelang berakhirnya stimulus, potensi kenaikan risiko kredit dan ketahanan perbankan diproyeksikan masih terjaga dengan sangat baik," kata Dian
Dian menambahkan, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 perbankan jug terus mengalami penurunan namun tingkat pencadangan (CKPN) yang dibentuk Bank terus meningkat, melebihi periode sebelum pandemi. Kondisi ini merupakan cerminan kesiapan perbankan yang dinilai telah kembali pada kondisi normal secara terkendali (soft landing) mengakhiri periode stimulus.
Di sisi lain, seiring dengan pandemi yang mereda dan pencabutan status pandemi oleh Pemerintah, perekonomian Indonesia di hampir seluruh sektor juga kembali pulih dengan pertumbuhan 5,04 persen pada tahun 2023.