Sanering: Pengertian, Tujuan, Kelemahan dan Dampaknya

Sanering untuk mencegah inflasi tinggi

Sanering: Pengertian, Tujuan, Kelemahan dan Dampaknya
ilustrasi mata uang (unsplash.com/Freddie Collins)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Sanering adalah suatu cara pemerintah untuk menurunkan nilai uang yang beredar di masyarakat. Mungkin istilah ini sedikit asing di telinga Anda.

Akan tetapi, kebijakan sanering ini rupanya pernah diterapkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1950-an dan 1960-an. Untuk lebih jelasnya, berikut pengertian sanering beserta dampaknya pada artikel berikut ini!

Pengertian sanering

ilustrasi mata uang (unsplash.com/Jason Leung)

Sanering adalah sebuah kebijakan pemotongan nilai uang tanpa mengurangi nilai harga barang di pasar. Dengan begitu, daya beli masyarakat nantinya akan menurun.

Sebagai contoh, nilai uang pada awalnya Rp50 ribu. Dengan adanya kebijakan sanering menjadi Rp5 ribu.

Sedangkan, harga barang di pasaran tidak mengalami perubahan. Pada awalnya Anda bisa membeli baju bagus seharga Rp50 ribu, kini hanya bisa membeli barang seharga Rp5 ribu saja.


 

Tujuan sanering

ilustrasi mata uang rupiah (unsplash.com/bady abbas)

Berikut ini beberapa tujuan kebijakan sanering diterapkan, antara lain:

  • Menghentikan laju inflasi yang terus melonjak
  • Memungut keuntungan dari perdagangan
  • Mengendalikan harga
  • Meningkatkan nilai mata uang di sebuah wilayah.

Perbedaan sanering dan redominasi

ilustrasi nilai mata uang (unsplash.com/Katie Harp)

Redenominasi merupakan penyederhanaan nilai mata uang yang sedang berlaku dengan cara mengurangi digit angka di belakangnya.

Tidak seperti sanering, kebijakan redominasi tidak bertujuan mengurangi nilai mata uang, tapi hanya menyederhanakan. Misalnya, pecahan mata uang Rp200.000 akan dihilangkan tiga digit angka nol di belakangnya menjadi Rp200.

Ketika Anda membeli satu set panci seharga Rp600.000, Anda akan membayar Rp600 setelah dilakukan redenominasi. Jadi tidak berpengaruh terhadap penurunan nilai mata uang karena hanya mengganti dari Rp600.000 menjadi Rp600, bukan menghapus nilai mata uang.

Tujuan dari redenominasi adalah untuk mempermudah masyarakat melakukan kegiatan transaksi termasuk membantu akuntan menyelesaikan data keuangan perusahaan.

Namun, redenominasi hanya bisa dilakukan saat kondisi keuangan suatu negara dalam keadaan sehat dan politik yang stabil. Jika kondisi politik tidak stabil, sangat rawan dan menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian negara.

Penerapan kebijakan sanering di Indonesia

ilustrasi uang rupiah (unsplash.com/m Lapian)

Kebijakan sanering pernah diberlakukan di Indonesia, yakni pada tahun 1950, 1959 dan 1965. Hal ini karena kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang memburuk.

Sebagai contoh, sanering yang terjadi di tahun 1959 bulan Agustus. Saat itu pemerintah memotong nilai mata uang rupiah kertas dari Rp500 yang bergambar macan menjadi Rp50. Kemudian memotong nilai mata uang Rp1000 yang bergambar gajah menjadi Rp100.

Dampaknya nilai mata uang yang sudah ditabung tidak memiliki nilai dan hanya tertinggal 10 persen saja. Terjadilah kerusuhan massal di berbagai tempat.

Hal ini karena sistem sanering tidak dilakukan upaya sosialisasi. Akibatnya informasi yang beredar hanya diperoleh sebagian wilayah dan tidak merata.

Pada dasarnya sistem sanering terpaksa dilakukan oleh pemerintah Indonesia karena adanya hiperinflasi. Hiperinflasi adalah kenaikan harga pangan yang melambung tinggi dan tidak terkontrol sehingga nilai mata uang terpaksa diturunkan.

Kelemahan Sanering

ilustrasi anggaran (unsplash.com/Alexander Mils)

Walaupun kebijakan sanering kecil kemungkinannya dilakukan, tapi pebisnis harus waspada dalam mengawasi perkembangan ekonomi di Indonesia. Berikut beberapa kelemahan sanering:

  1. Menurunkan daya beli bagi masyarakat
  2. Menelantarkan pembangunan ekonomi nasional
  3. Menurunkan nilai mata uang lokal terhadap mata uang asing
  4. Terjadinya kesulitan ekonomi terutama bagi masyarakat kecil.

Dampak sanering

Dampak sanering pada perekonomian sangat erat. Terbukti pada tahun 1959 menimbulkan kekacauan yang sangat besar. Saat itu Indonesia mengambil sistem sanering, tepatnya pada 25 Agustus 1959 berdasarkan UU No.2 Prp.Th.1959.

Ir. Soekarno memutuskan untuk menurunkan nilai mata uang dengan gambar macan yang bernilai Rp500 menjadi Rp50. Selain itu ada mata uang senilai dengan Rp1000 menjadi Rp100.

Tujuannya untuk menekan laju inflasi yang tinggi di tahun 1960. Sayangnya. informasi yang tersebar belum semudah saat ini jadi tidak merata disosialisasikan.

Hal ini membuat masyarakat yang mengetahui informasi tersebut membelanjakan mata uang dengan pecahan Rp500 dan Rp1000 secara serentak.

Atas kejadian tersebut perekonomian Indonesia mengalami kekacauan yang parah terutama bagi pebisnis rugi.

Kejadian tersebut justru memperparah beban pemerintah dan meningkatkan laju inflasi. Hingga pada tahun 1961, Indonesia mengalami defisit sampai 29,7 persen dan terus melonjak mencapai 63,4 persen di tahun 1965.

Jadi, sanering adalah kebijakan pemerintah dengan cara memotong nilai mata uang. Dengan adanya sanering, harga barang akan turun dan bahkan harta kekayaan akan ikut turun sehingga menekan daya beli serta uang yang beredar. Dari penjabaran di atas, penting bagi pebisnis untuk tetap waspada jika sewaktu-waktu terjadi pertukaran nilai mata uang.

Related Topics

SaneringRedenominasi

Magazine

SEE MORE>
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024

IDN Channels

Most Popular

OPEC+ Sepakat Tunda Kenaikan Produksi Minyak Hingga November
Bisnis Manajemen Fasilitas ISS Tumbuh 5% saat Perlambatan Ekonomi
7 Jet Pribadi Termahal di Dunia, Harganya Fantastis!
Gagal Tembus Resisten, IHSG Diprediksi Konsolidasi
Fitur AI Jadi Alasan Canva Naikkan Harga hingga 300%
Pertamina Siapkan 15 Persen Belanja Modal untuk Transisi Energi