Insentif PPn Properti dan PPnBM Otomotif Beri Multiplier Effect
Pemberian insentif ini tak memberatkan fiskal.
Jakarta, FORTUNE – Untuk mendorong multiplier effect dalam pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah menerapkan kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPn) di sektor properti dan otomotif. Hal ini semata-mata dilakukan pemerintah dengan sasaran dana masyarakat kelas menengah ke atas.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan bahwa kebijakan ini lahir dari keinginan pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena sejak awal pandemi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih belum sesuai harapan. Tidak jarang, upaya untuk mendorong pemulihan, terpaksa berjalan kurang optimal, karena situasi penyebaran Covid-19 yang tidak menentu.
“Pertumbuhan ekonomi di kuartal III/2021 itu 3,5 persen, padahal di kuartal II 7,1 persen. Ini (membuat) pertumbuhan ekonomi terhambat, yang tadinya kita berharap bisa mencapai 5 persen di tahun 2021, akhirnya hanya berada di sekitar 3,7-3,8 persen, terutama karena varian Delta,” kata Febrio seperti dikutip dari Antara (21/1).
DPK Menengah Atas Tumbuh
Menurut Febrio, Dana Pihak Ketiga (DPK) dari masyarakat kelas menengah atas masih tumbuh hingga 12 persen pada 2021.
“Banyak uang dari kelas menengah (atas) ini yang harusnya bisa tersalurkan untuk membeli barang-barang dengan adanya insentif pemerintah itu,” ujarnya.
Febrio menerangkan bahwa pemberian insentif tersebut akan dikendalikan sedemikian rupa, sehingga tidak akan memberatkan fiskal. Dengan begitu, multiplier effect dari insentif PPn akan terus terjadi.
“Ini kita harapkan bisa menjadi dorongan yang lebih cepat lagi meningkatkan pertumbuhan ekonomi di 2022. Walaupun dengan segala risikonya, termasuk adanya Omicron,” ucapnya.
Multiplier effect yang dihasilkan
Salah satu kebijakan dengan multiplier effect yang kuat, kata Febrio, adalah dengan mendorong insentif pajak di sektor otomotif. Local purchase–jumlah tertentu dari komponen dalam negeri yang harus dipenuhi pabrikan, untuk mendapatkan insentif–yang diwajibkan mencapai 80 persen. Situasi ini pun dinilai bisa berdampak positif bagi ekonomi nasional dan industri terkait.
“Misalnya kalau rumah kan berarti dia akan beli alat bangunan, beli batu, semen, lalu tenaga kerjanya, lalu transportasinya, itu yang kita sebut sebagai multiplier effect,” kata Febrio.
Keputusan Pemberian insentif
Sidang Paripurna (30/12/2021) lalu memutuskan, pemerintah memperpanjang insentif PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) di sektor properti hingga Juni 2022. Besaran PPN DTP akan dkirangi 50 persen dari tahun 2021, sehingga jadi PPN DTP 50 persen untuk rumah tapak atau susun dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar; dan PPN DTP 25 persen untuk rumah tapak atau susun dengan harga jual paling tinggi Rp5 miliar.
Sedangkan di sektor otomotif, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) pada 2022 diberikan untuk dua kategori kendaraan, yaitu untuk mobil dengan harga di bawah Rp200 juta–Low Cost Green Car (LCGC) dan mobil dengan harga di antara Rp200 juta-Rp250 juta. Dalam penerapannya, insentif pajak ini akan semakin berkurang per kuartal yang dijalani, hingga insentif sepenuhnya tidak diberlakukan lagi.