Sri Mulyani Sebut Masyarakat Ikut Rasakan Manfaat Ekonomi dari PMN
Economic Internal Rate of Return (EIRR) mencapai 21,05%.
Jakarta, FORTUNE – Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan Penyertaan Modal Negara (PMN) lebih tinggi dari yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun. Hal ini dilihat dari manfaat ekonomi yang ditunjukkan oleh klaster infrastruktur, energi, pangan, perumahan, Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), dan pendidikan yang positif.
Sri Mulyani mengungkapkan, ukuran kelayakan ekonomi pada proyek infrastruktur, yang tercermin dari Economic Internal Rate of Return (EIRR) mencapai 21,05 persen. “Berarti ada justifikasi manfaat ekonominya dibandingkan biaya uangnya. Ini hal yang positif,” ungkap Menkeu dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, seperti yang dilansir dari laman Kemenkeu.go.id, Kamis (16/12).
Menurut Menkeu, manfaat ekonomi yang dimaksud ini benar-benar dinikmati secara langsung oleh masyarakat, tidak hanya tercermin dari besaran neraca BUMN. Manfaat paling terlihat, menurutnya ada di sektor infrastruktur, seperti pembangunan jalan dan transportasi yang jelas menghemat waktu tempuh dan biaya perjalanan masyarakat. Lalu, pembangunan infrastruktur kawasan yang memberi dampak bagi industri perhotelan dan pariwisata.
Manfaat ekonomi per klaster
Selain itu, Sri Mulyani juga mengungkapkan ada beberapa manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, di berbagai klaster yang menjadi jadi sasaran PMN. Pada klaster infrastruktur, manfaat juga jelas terlihat dari sisi lapangan pekerjaan.
Contohnya, infrastruktur telekomunikasi dan informatikan mampu menyerap 891 ribu orang pekerja, infrastruktur jalan menyerap 20 juta pekerja, atau infrastruktur transportasi yang menyerap hingga 1,46 juta orang pekerja.
“Untuk klaster UMKM, ini mungkin yang paling intens karena langsung masyarakat yang menerimanya apalagi masyarakat perempuan. Jumlah perempuan prasejahtera yang menerima program Mekar mencapai lebih dari 10,48 juta, menambah inklusi keuangan dan juga memberikan kesempatan kerja untuk tenaga pendamping,” kata Menkeu dalam keterangan tertulis.
Pada klaster energi, PMN ditujukan untuk PT PLN dan Pertamina dalam hal pengembangan ekonomi menjadi daya ungkit sektor lain, peningkatan iklim investasi, maupun akses energi berkeadilan. Pada klaster pangan, mayarakat mendapat manfaat yang terkait produksi sampai lapangan pekerjaan. Sedangkan, manfaat di klaster perumahan terkait pinjaman, penerimaan pajak, ketersediaan rumah, dan pekerjaan.
Capaian investasi pada BUMN dan BLU
Pada rapat kerja bersama Komisi XI DPR tersebut, Menteri Sri Mulyani juga menyampaikan capaian total investasi pemerintah pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp695,6 triliun sejak 2005-2021. Investasi ini antara lain berbentuk penyertaan.
Sri Mulyani mengatakan, investasi pemerintah sebanyak Rp361,3 triliun atau 51,8 persen diberikan pada BUMN. Sedangkan, 48,13 persen sisanya atau sekitar Rp334,3 triliun diberikan kepada BLU.
“Investasi pemerintah ini terutama terakselerasi semenjak tahun 2015, yaitu saat program Nawacita yang meminta banyak BUMN dalam melakukan banyak sekali kegiatan pembangunan, khususnya di bidang infrastruktur,” ujar Sri Mulyani, seperti dikutip Antara (15/12).
Tiga tujuan investasi pemerintah pada BUMN
Sri Mulyani juga menuturkan, bahwa selama lebih dari 15 tahun, investasi untuk BUMN diberikan dengan tiga tujuan. Pertama, sebanyak Rp3 triliun digunakan untuk mendirikan BUMN, meliputi pembiayaan dan penjaminan infrastruktur, serta pembiayaan perumahan.
Tujuan kedua, yakni untuk proses restrukturisasi BUMN yang mencapai Rp12,7 triliun. Investasi ini difokuskan pada beberapa perusahaan yang mengalami kesulitan, seperti PT Dirgantara Indonesia, PT Geo Dipa Energi, PT Garuda Indonesia, maupun PT Pupuk Iskandar Muda.
“Ke depan, saya akan meminta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) untuk mengevaluasi restrukturisasi ini,” ucapnya.
Ketiga, pemberian investasi dari pemerintah ini juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja BUMN. Adapun, nilai yang dialokasikan untuk tujuan ini mencapai Rp345,6 triliun. Jumlah ini meliputi, pembiayaan ekspor, penyediaan kredit mikro, kedaulatan pangan, pembangunan infrastruktur dan konektivitas, kemandirian energi, pembiayaan perumahan, peningkatan industri strategis, dan penguatan jaminan sosial (BPJS).