DPR Minta Dana Desa Rp72 Triliun, Sri Mulyani Beberkan Masalahnya
Sri Mulyani masih pertimbangkan besaran dana desa.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan pemerintah masih mempertimbangkan besaran alokasi dana desa pada 2023 dengan memperhatikan kualitas serapan dan aspek tata kelolanya. Hal tersebut ia sampaikan untuk merespons permintaan anggota Badan Anggaran DPR, Marwan Cik Hasan, agar dana desa kembali menjadi Rp72 triliun seperti pada 2021.
Menurut Sri Mulyani, besaran alokasi dana desa nantinya juga akan mempertimbangkan berkurangnya dana bantuan langsung tunai (BLT) yang sebelumnya dialokasikan minimal 40 persen dari anggaran tersebut.
Dus, pengurangan jumlah BLT yang digelontorkan di tahun depan akan membuat dana desa yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas lainnya bisa lebih besar.
"Untuk dana desa, ini kita juga lihat kebutuhannya bergerak. Namun, kalau dari jumlah Rp72 triliun, untuk BLT-nya ini juga kan berubah setelah tahun lalu kita naikkan cukup besar. Tahun ini kita akan jauh lebih leluasa," ujarnya dalam rapat di Badan Anggaran, DPR, Senin (27/6).
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa kementeriannya mendengar berbagai masukan terkait dengan alokasi dana desa tahun depan. Meski ada dorongan untuk menambah besararan alokasi, kata dia, ada pula masukan agar besaran dana desa ditetapkan dengan lebih hati-hati.
"Feedback yang kita terima barangkali berbeda-beda. Bapak-ibu sekalian meminta untuk dinaikkan, tetapi sebagian ada juga yang mengatakan tetap hati-hati, karena ada desa yang repetitif. Kreativitas untuk menggunakan dana desanya itu mungkin perlu, dan aspek tata kelola juga menjadi salah satu yang perlu kita perhatikan," ujarnya.
Evaluasi Dana Desa 2021
Pemerintah di tahun ini menurunkan pagu anggaran dana desa menjadi Rp68 triliun dari sebelumnya Rp72 triliun pada 2021. Anggaran tersebut disalurkan kepada 74.961 desa di 434 kabupaten/kota se-Indonesia.
Penurunan anggaran dana desa tahun ini tak lepas dari pantauan dan evaluasi pemerintah tahun lalu baik dalam hal perencanaan, pengelolaan, hingga pertanggungjawabannya.
Dalam hal perencanaan misalnya, terdapat beberapa masalah seperti adanya perubahan kebijakan, sehingga perlu dilakukan beberapa kali refocusing anggaran; penyusunan dan pengesahan perda dan/atau perkades yang terlambat karena jabatan kepala daerah atau kepala desa masih kosong; dan perbedaan indikator antar kementerian/lembaga (K/L) dalam pelaksanaan evaluasi pembangunan desa.
Kemudian dalam hal pengelolaan terdapat pemanfaatan Dana Desa belum sesuai dengan prioritas; pemanfaatan alokasi Dana Desa untuk Covid-19 yang kurang optimal, Sisa Dana Desa di Rekening Kas Umum Negara (RKUN) yang tidak disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), serta adanya permasalahan hukum yang menimpa kepala desa akibat penyalahgunaan Dana Desa.
Terakhir dalam hal pertanggungjawaban terdapat keterlambatan administrasi dan/atau pelaporan oleh pemerintah desa atau pemerintah daerah sehingga berpengaruh pada penyaluran dana desa tahap selanjutnya.