Varian Omicron Rawan Bagi Ekonomi Global, Waspada Efeknya Ke Inflasi
Peringatan itu disampaikan oleh dua lembaga pemeringkat.
Jakarta, FORTUNE - Sejumlah lembaga pemeringkat internasional, seperti Fitch Ratings dan Moody’s, mewanti-wanti soal dampak varian baru COVID-19 Omicron terhadap pemulihan perekonomian global. Peringatan keduanya ini menyusul pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) soal kemungkinan bahwa varian tersebut dapat memunculkan lonjakan kasus COVID-19 yang tinggi.
“Varian Omicron menimbulkan risiko terhadap pertumbuhan global dan inflasi, terutama karena datang selama periode rantai pasokan yang sudah ketat, inflasi tinggi, dan kekurangan pasar tenaga kerja," kata Elena Duggar, associate managing director di Moody's, kepada Reuters, Selasa (30/11).
Sebelumnya, WHO menggolongkan Omicron dalam daftar perhatian khusus (variant of concern/VoC). Varian tersebut dilaporkan pertama kali muncul di Afrika Selatan pada pekan lalu. Namun, telah menyebar ke banyak negara, dan beberapa di antaranya telah mengeluarkan pembatasan perjalanan internasional.
Menurut Duggar, varian COVID-19 ini juga kemungkinan akan memukul sisi permintaan (demand) selama perjalanan liburan dan musim belanja mendatang.
Dalam kesempatan terpisah, Fitch Ratings mengatakan terlalu dini untuk menilai efek Omicron ke pertumbuhan ekonomi saat ini. Hal itu baru bisa diketahui setelah lebih banyak data soal tingkat penularan dan keparahannya.
“Saat ini kami percaya bahwa penurunan global yang besar, seperti yang terlihat pada semester satu tahun lalu, sangat kecil kemungkinannya,” tulis Fitch Ratings dalam keterangan resmi. “Tetapi jika varian baru ini bertahan dan inflasi naik akan memperumit respons makroekonomi.”
Menurut Fitch, inflasi berpeluang melonjak apalagi jika Omicron direspons dengan pengetatan pembatasan sosial. Sebab, pengetatan dapat berdampak kepada pemulihan pasar tenaga kerja serta pada saat sama memperburuk masalah rantai pasokan global.
Soal lain yang perlu diperhatikan adalah, menurut lembaga tersebut, dengan mulai membaiknya aktivitas di sektor pariwisata, itu bisa jadi juga akan terhambat oleh Omicron. Perbaikan konsumsi, dari konsumsi barang menjadi konsumsi jasa, juga berpotensi melambat.
WHO pada Minggu (28/11) belum bisa mengatakan secara gamblang apakah Omicron lebih menular daripada varian lain, termasuk Delta. Informasi mengenai gejala Omicron yang lebih buruk juga belum tersedia. Menurut lembaga tersebut, butuh waktu berhari-hari bahkan beberapa minggu untuk memahami tingkat keparahannya.
Berdampak terutama ke negara vaksinasi rendah
Duggar dari Moody’s menambahkan, melihat pada pengalaman dengan varian COVID-19 sebelumnya, bahkan dengan sejumlah pembatasan perjalanan internasional pun, penyebaran Omicron mungkin sulit dihentikan.
"Jika varian baru menyebabkan gelombang infeksi COVID-19 yang meningkat, ekonomi yang paling terpukul adalah negara dengan tingkat vaksinasinya rendah, ketergantungan tinggi pada pariwisata, dan kapasitas kebijakan fiskal dan moneter yang terbatas untuk mengimbangi dampak pertumbuhan dari gelombang baru infeksi,” katanya.
Sementara bagi Fitch Ratings, kemungkinan varian baru direspons dengan intervensi nonmedis, seperti karantina wilayah, menimbulkan risiko berkelanjutan bagi ekonomi global. Meskipun, menurut mereka, ada bukti bahwa negara-negara turut bisa beradaptasi—melalui perubahan pola kerja dan konsumsi—demi mengantisipasi efek ke pertumbuhan ekonomi.
“Program vaksinasi dan peningkatan pemahaman ilmiah tentang virus mengurangi ketergantungan pada intervesi nonmedis dibandingkan dengan awal pandemi,” katanya. Dalam hal ini, menurut Fitch Ratings, tingkat vaksinasi menjadi penting karena bisa mengurangi beban sistem kesehatan masyarakat.