Kenaikan PPN jadi 12% Bakal Pengaruhi Daya Beli Asuransi
Harga premi asuransi diprediksi bakal naik.
Jakarta, FORTUNE - Keputusan Pemerintah untuk menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 diprediksi bakal mempengaruhi daya beli produk Asuransi umum.
Hal itu diungkapkan oleh Presiden Direktur PT Zurich General Takaful Indonesia (Zurich Syariah), Hilman Simanjuntak saat paparan kinerja di Jakarta, (25/11). Hilman menyatakan, asuransi umum memiliki sangkut paut bisnis dengan penjualan barang-barang tersier seperti mobil. Seperti diketahui, setiap pembelian kendaraan selalu disertakan PPN sehingga dikhawatirkan bakal meningkatkan harga mobil dan mengurangi tingkat pembelian kendaraan dan asuransi.
Hilman menyatakan, saat ini lebih dari 50 persen portofolio asuransi Zurich adalah asuransi kendaraan. "Kami sudah terdampak dari kelesuan atau tekanan dari industri otomotif, tapi itu tidak menghalangi kami untuk mencari inisiatif baru dapat terus tumbuh,” kata Hilman.
Ini strategi Zurich antisipasi kenaikan PPN
Faktor lainnya yang mempengaruhi bisnis asuransi adalah kurs nilai tukar rupiah hingga tingkat bunga acuan bank sentral. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, Zurich Indonesia secara group akan menerapkan strategi perpanjangan eksisting produk melalui upselling, cross selling yang telah dimiliki nasabah.
Asuransi ini juga akan terus meningkatkan loyalitas nasabah dengan berbagai program baru dan menambah kualitas pelayanan kepada konsumen. Selain itu, pihaknya juga masih akan menggenjot produk mikro. Hilman masih tetap optimis bisnisnya masih dapat tumbuh di 2025.
"Tahun ini, Zurich Indonesia tumbuh sampai 17 persen. Tentu kami expect juga tahun depan bisa lebih tinggi dari itu ya, tidak lebih rendah,” kata Hilman.
Harga premi asuransi diprediksi bakal naik
Sementara itu, Pengamat Asuransi, Dedy Kristianto menilai kenaikan PPN juga bakal menaikan harga Premi asuransi. Kondisi ini dikhawatirkan bakal mengurangi daya beli pembelian produk asuransi.
“Wacana kenaikan PPN tahun depan menjadi 12 persen bukanlah kabar baik bagi sebagian besar industri karena itu berdampak pada tambahan cost yang akan mereka keluarkan,” kata Dedy.
Kondisi ini juga dikhawatirkan akan mempengaruhi penurunan inklusi asuransi dalam negeri. Seperti diketahui, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 2 Agustus 2024 mencatatkan indeks inklusi keuangan tahun ini sebesar 72,02 persen sementara di tahun 2022 sebesar 85,10 persen. Hal ini menunjukan menurunnya indeks inklusi keuangan di masyarakat Indonesia.