LVMH Terjebak dalam Perang Dagang UE-Cina

Perang dagang juga merugikan ekspor brandy Prancis.

LVMH Terjebak dalam Perang Dagang UE-Cina
Dok. hennessy.com
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Louis Vuitton Moët Hennessy (LVMH), Remy Cointreau, dan Pernod Ricard, tiga Merek Mewah Prancis terkemuka yang memproduksi brandy, kini terperangkap dalam konflik dagang antara Uni Eropa (UE) dan Cina. Merek-merek ini, yang bergantung pada ekspor besar ke Cina, menjadi sasaran tarif brandy yang diterapkan Cina sebagai balasan atas dukungan Prancis terhadap langkah UE melindungi pasar kendaraan listrik (EV) domestik.

Bulan lalu, Uni Eropa meningkatkan tarif kendaraan listrik buatan Cina hingga 45,3 persen — tarif tertinggi dalam sejarah penyelidikan dagang UE. Langkah ini menuai respons keras dari Cina yang memandang tindakan tersebut sebagai diskriminasi terhadap produk mereka. Tarif baru UE ini diberlakukan pada 30 Oktober untuk menangkal subsidi yang dianggap tidak adil, termasuk pembiayaan preferensial dan bahan baku yang dijual di bawah harga pasar.

Melansir The Economic Times pada Jumat (29/11), Cina merespons dengan menerapkan penalti sementara pada impor brandy Eropa. Kebijakan ini langsung memukul saham produsen besar seperti LVMH, induk perusahaan Moët Hennessy, yang mengalami penurunan nilai saham hampir 4 persen. Importir brandy kini diwajibkan membayar deposit hingga 39 persen dari nilai grosir, yang dapat berubah menjadi tarif tetap jika kebijakan ini dibuat permanen.

Cina menuduh produsen brandy Eropa melakukan praktik dumping dengan menjual produk mereka di bawah harga pasar. Langkah ini diumumkan hanya beberapa hari setelah Uni Eropa memutuskan menerapkan tarif anti-subsidi pada kendaraan listrik buatan Cina.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menanggapi langkah Cina ini dengan menyebutnya sebagai “murni pembalasan.” Hampir semua impor brandy yang dikenai penalti berasal dari Prancis, negara eksportir brandy terbesar ke Cina. Tahun lalu, ekspor brandy Prancis ke Cina mencapai US$1,7 miliar, mencakup 99 persen dari total impor brandy di negara tersebut. Namun, Paris tetap bersikeras bahwa kedua isu ini tidak saling terkait. “Langkah Cina terhadap brandy adalah tindakan politik,” ujar seorang pejabat Elysee.

Strategi baru produsen brandy

Dampak Perang Dagang ini terasa pada penurunan penjualan dan perubahan strategi produsen. Hennessy melaporkan penurunan penjualan sebesar 3 persen pada kuartal ketiga 2024, penurunan pertama sejak pandemi. LVMH mencoba mengurangi dampak ini dengan mempertimbangkan opsi produksi brandy di Cina, sebuah langkah yang memicu aksi mogok dari ratusan pekerja di pabriknya di Prancis. Remy Cointreau juga berencana menaikkan harga di pasar Cina dan mengurangi biaya di sektor manufaktur dan iklan.

Pasca pandemi, pengeluaran konsumen di Cina menunjukkan perlambatan. Krisis properti semakin melemahkan kepercayaan konsumen, sementara harapan akan stimulus pemerintah untuk mendorong belanja barang mewah belum terealisasi.

Hubungan dagang antara Uni Eropa dan Cina terus memburuk. Selain brandy, Cina juga mempertimbangkan tarif pada produk babi, susu, dan kendaraan berbahan bakar bensin asal Eropa. Langkah ini diyakini sebagai respons terhadap tarif EV yang diberlakukan UE. Negara-negara seperti Spanyol, Belanda, dan Denmark, yang mendukung tarif EV, kini menjadi target utama investigasi anti-dumping Cina.

Namun, negosiasi antara kedua pihak tetap berlangsung. Ketua Komite Perdagangan Parlemen Eropa, Bernd Lange, menyebutkan bahwa kesepakatan mungkin tercapai dengan menetapkan harga minimum untuk kendaraan listrik di pasar Eropa. “Ini akan menghilangkan distorsi persaingan akibat subsidi yang tidak adil, alasan utama diberlakukannya tarif tersebut,” ujar Lange kepada stasiun televisi Jerman, n-tv.

Dengan ketegangan yang terus meningkat, industri barang mewah Prancis kini berada di persimpangan jalan, berusaha mengatasi dampak perang dagang sembari mempertahankan pangsa pasar di Cina yang sangat menguntungkan.
Louis Vuitton Moët Hennessy (LVMH), Remy Cointreau, dan Pernod Ricard, tiga merek mewah Prancis terkemuka yang memproduksi brandy, kini terperangkap dalam konflik dagang antara Uni Eropa (UE) dan Cina. Merek-merek ini, yang bergantung pada ekspor besar ke Cina, menjadi sasaran tarif brandy yang diterapkan Cina sebagai balasan atas dukungan Prancis terhadap langkah UE melindungi pasar kendaraan listrik (EV) domestik.

Bulan lalu, Uni Eropa meningkatkan tarif kendaraan listrik buatan Cina hingga 45,3 persen — tarif tertinggi dalam sejarah penyelidikan dagang UE. Langkah ini menuai respons keras dari Cina yang memandang tindakan tersebut sebagai diskriminasi terhadap produk mereka. Tarif baru UE ini diberlakukan pada 30 Oktober untuk menangkal subsidi yang dianggap tidak adil, termasuk pembiayaan preferensial dan bahan baku yang dijual di bawah harga pasar.angat menguntungkan.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Apa itu OECD, Organisasi Global yang Bakal Diikuti Indonesia?
William Tanuwijaya Jual Saham GOTO Miliknya Lagi, 1,1 Miliar Unit
Kapan Saham MR. DIY Bisa Dibeli? Ini Tanggal dan Jadwalnya
Bakmi GM Dikabarkan Telah Diakuisisi Grup Djarum
Matahari Mau Tutup 13 Gerai hingga Akhir Tahun Ini
Prajogo Pangestu Tambah Kepemilikan di BREN, Rogoh Rp8,2 M