Jakarta, FORTUNE- Penjualan LVMH pada kuartal pertama 2024 melambat seiring kenaikan harga yang mendorong banyak konsumen menahan diri untuk mengeluarkan ribuan dolar untuk membeli tas tangan dan aksesori mewah.
Dilansir dari Reuters, pertumbuhan penjualan yang melambat sekitar 3 persen ini berbanding terbalik dengan kuartal yang sama pada 2023, ketika penjualan tahun itu terdorong oleh pencabutan pembatasan COVID-19 di pasar utama LVMH, Tiongkok daratan dengan terjadinya kekhawatiran perlambatan global yang berkepanjangan. Hal ini turut berdampak pada penurunan harga saham perusahaan-perusahaan mewah setahun terakhir.
Grup Barang Mewah terbesar di dunia, pemilik Louis Vuitton, Tiffany & Co. dan Bulgari itu mengatakan, penjualan organik kuartal I 2024 naik 3 persen menjadi 20,69 miliar euro (US$22 miliar), sesuai dengan ekspektasi analis. Namun, penjualan grup yang dilaporkan turun 2 persen sebagian besar disebabkan oleh dampak mata uang.
LVMH, yang merupakan perusahaan terdaftar terbesar kedua di Eropa dan bernilai hampir 400 miliar euro, adalah produsen barang mewah pertama yang melaporkan pendapatan kuartalannya, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap permintaan di Tiongkok, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia.
Sementara itu, pemilik Kering Group yang menaungi brand Gucci, Kering bulan lalu juga mengeluarkan peringatan mengejutkan di mana penjualan kuartal pertama diprediksi merosot 10 persen dengan penurunan tajam di Asia. Perkiraan ini pun menimbulkan ketidakpastian pada prospek sektor barang mewah.
LVMH mengatakan penjualannya di Asia, tidak termasuk Jepang, turun 6 persen, dengan pertumbuhan sebesar 2 persen di Eropa dan Amerika Serikat. Namun, hasilnya "terbilang baik" dibandingkan periode perbandingan tersulit tahun ini, kata analis di Bernstein, dan kemungkinan akan mendukung saham LVMH.
Pertumbuhan lebih tinggi diprediksi bakal terjadi pada kuartal kedua. Industri barang mewah sedang menyesuaikan diri dengan permintaan yang melambat setelah periode pertumbuhan penjualan yang luar biasa setelah pandemi dan mendorong banyak pembeli keluar dari lockdown dengan membelanjakan tabungan dan memenuhi keinginan terpendam untuk memanjakan diri.
Barclays memperkirakan pertumbuhan penjualan merek mewah itu akan melambat hingga pertengahan satu digit pada tahun ini, turun dari hampir 9 persen pada 2023 dan dua digit pada dua tahun sebelumnya.
Konsumen di Cina
Pembeli asal Tiongkok yang melakukan perjalanan diperkirakan akan mendorong pertumbuhan, meskipun investor semakin khawatir dengan pemulihan di negara itu, terlebih dengan penjualan properti yang menurun serta pengangguran usia muda telah mengurangi permintaan terhadap produk fesyen dan barang-barang kulit kelas atas.
Chief Financial Officer LVMH Jean-Jacques Guiony mengatakan dia “cukup senang” dengan permintaan Tiongkok.
Pembelian produk Louis Vuitton oleh pembeli Tiongkok secara global naik sekitar 10 persen, katanya, dengan proporsi peningkatan di luar Tiongkok daratan seiring mereka melanjutkan perjalanan, khususnya di Jepang dan sampai batas tertentu di Eropa.
Divisi fesyen dan barang-barang kulit LVMH, yang mencakup Louis Vuitton dan Dior, mengalami peningkatan penjualan sebesar 2 persen, sesuai dengan perkiraan.
Penjualan di divisi tersebut, yang menjual tas kecil Lady Dior dengan harga 5.400 euro dan tas Louis Vuitton Speedy seharga 10.000 euro, telah meningkat sebesar 9 persen secara tahunan pada kuartal sebelumnya.
Di AS, LVMH melihat “kekuatan yang berkelanjutan” dari klien-klien kelas atas dan “peningkatan yang sangat bertahap” dari para pelanggan aspirasional, yang terus terkena dampak inflasi, kata Guiony dalam panggilan telepon dengan para analis.
Pelanggan ini memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan harga lebih tinggi yang diterapkan oleh industri dalam beberapa tahun terakhir, tambahnya.
LVMH, yang aktivitasnya meliputi minuman beralkohol, perhiasan, kosmetik, dan fesyen serta dianggap sebagai pemimpin industri barang mewah yang lebih luas, tidak memberikan rincian mengenai merek-mereknya.
Saham perusahaan barang mewah berfluktuasi sejak tanda-tanda perlambatan sektor barang mewah muncul, dan turun 11 persen selama setahun terakhir.
Saham Kering, yang membenahi Gucci, dan Burberry masing-masing turun 40 dan 55 persen. Sementara itu, Hermes telah melampaui pesaingnya karena kelompok ultra-kaya terus berbelanja secara royal pada tas Birkin yang harganya mahal, dengan harga saham yang naik 16 persen sepanjang tahun.