Pengamat: Diferensiasi Jadi Kunci Brand Fesyen Mewah Lebih Inklusif
Contohnya gerai kopi dan restoran Coach.
Jakarta, FORTUNE - Tren ekspansi jenama Fesyen ke bisnis makanan minuman (F&B) perlu disiasati agar mampu menarik banyak pelanggan, di smaping untuk memperkuat citra merek itu sendiri di benak konsumen.
Pengamat Fesyen dan Lecturer Fashion Management dari BINUS University, Dicky Maryoga Hutadjulu, mengatakan bahwa jenama fesyen mewah perlu membangun citra merek yang lebih Inklusif bagi masyarakat, yang menjadikannya berbeda dari fesyen, meski masih berkaitan dengan gaya hidup.
“Jadi, akan ada lebih banyak lagi orang yang tahu tentang satu brand tertentu lewat pengalaman yang dirasakan–misalnya lewat makanan atau kopi yang disajikan. Secara psikologis, calon-calon pembeli ini akan merasa lebih nyaman, senang, lalu kemudian dengan mudahnya mengenal sebuah brand fesyen dan mengetahui kualitasnya, bahkan bisa menempatkan brand tersebut sebagai favorit mereka,” ujar Dicky kepada Fortune Indonesia, Kamis (19/12).
Pasalnya, mungkin ada masyarakat belum terlalu familiar dengan jenama-jenama fesyen mewah ini dan perlu pendekatan lebih, agar semakin teredukasi dan tidak hanya menanggap jenama fesyen mewah ini sebagai produsen barang mahal.
Dengan cara itu, para jenama seperti Louis Vuitton, Bvlgari, maupun Coach, perlu semakin mengenal pembelinya di Indonesia dan perlu untuk memperluas pasar, demi keberlanjutan bisnis mereka di Tanah Air.
Diferensiasi bisnis fesyen mewah, kata Dicky, sebenarnya bukan hal baru di dunia, karena sudah banyak jenama fesyen mewah yang melakukan ini di berbagai negara untuk memperluas pasar mereka.
“Pendekatan ini juga sangat cocok dilakukan di Indonesia, terutama dari sisi gaya hidup yang kerap dilakukan masyarakatnya, seperti nongkrong di kafe, makan di restoran, atau menginap di hotel,” katanya.
Laporan Bain & Company menunjukkan bahwa pasar barang mewah di Asia Tenggara, yang dipimpin oleh Indonesia, diperkirakan akan mencapai US$35 miliar pada 2025. Indonesia bisa jadi kontributor signifikan, dengan dorongan utama dari populasi yang besar dan berusia muda, peningkatan ekonomi di atas 5 persen dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan jumlah penduduk di kelas ekonomi menengah atas, serta pemanfaatan e-commerce yang terus meningkat.
Gerai kopi dan restoran Coach
Sebagai contoh, salah satu jenama fesyen mewah Coach, baru saja membuka gerai kopi dan restoran pertama mereka di dunia, pada akhir Februari 2024 lalu di Grand Indonesia, yang diyakini mampu memperkuat Coach di industri fesyen mewah Tanah Air, sekaligus menempatkannya lebih inklusif di tengah masyarakat.
Head of Marketing Fashion & Accessories Division Kanmo Group (perusahaan yang membawa Coach masuk ke Indonesia), Bianca Febriani, mengatakan bahwa adanya The Coach Restaurant dan Coach Coffee Shop bisa menciptakan pendekatan holistik yang mengintegrasikan bisnis utama dan pendukung secara terpadu.
“Kami ingin menjangkau audiens di luar komunitas fesyen, merangkul mereka yang memiliki apresiasi terhadap gaya hidup mewah dan refined,” katanya kepada Fortune Indonesia, Senin (16/12).
Dengan adanya lini bisnis restoran dan gerai kopi ini, masyarakat tidak hanya melihat atau menyentuh produk-produk berkualitas dari Coach, seperti tas, pakaian, maupun sepatu, namun juga bisa memanfaatkan indera selain mata–seperti lidah maupun hidung–untuk mengetahui kualitas jenama ini lewat secangkir kopi atau sajian makanan yang ditawarkan.
Coach optimistis bisa menciptakan pengalaman imersif dan emosional bagi masyarakat, khususnya mereka yang belum mengenal Coach lebih dekat.
“Melalui restoran dan coffee shop ini, kami ingin bawa atmosfer khas kota New York (tempat lahir jenama Coach pada 1941) supaya bisa dinikmati para penggemar Coach dengan orang-orang terdekat mereka,” ujar Bianca. “Kami percaya strategi ini efektif untuk meningkatkan brand awareness, menarik pelanggan baru, dan menciptakan loyalitas lewat pengalaman langsung yang dirasakan konsumen.”
Berbeda dengan produk-produk fesyen Coach yang dibanderol dengan kisaran harga jutaan rupiah, The Coach Restaurant di Grand Indonesia menghadirkan menu yang relatif lebih terjangkau oleh kalangan yang lebih umum, misalnya Tasmanian Lamb Chops seharga Rp490 ribu atau Steak Tenderloin USA seharga Rp650 ribu. Sementara, harga Coffee Latte dari Coach Coffee Shop pun masih di kisaran Rp70 ribu per cangkirnya.
Bianca menegaskan bahwa pengalaman pelanggan adalah kata kunci dalam menerapkan strategi untuk bisa lebih inklusif di masyarakat. Banyak orang yang mungkin langsung ‘menjaga jarak’ ketika mendengar nama Coach, tanpa mengenalnya lebih dalam, misalnya tentang kampanye ‘The Courage to Be Real’ yang diusung jenama di sepanjang 2024.