Analis Prediksi Barang-barang Mewah Akan Lebih Mahal pada 2022
Pandemi membayangi rantai pasok dan fesyen berkelanjutan.
Jakarta, FORTUNE - Dua tahun terakhir menjadi masa tersulit bagi sektor barang mewah dunia. Banyak gerai ditutup, peragaan busana terpaksa dihentikan atau digelar secara online, dan harga bahan baku serta tenaga kerja naik.
Meskipun demikian, penjualan barang mewah secara global membuat sektor ini pulih ke tingkat pra-pandemi pada tahun 2021. Diketahui, saham sektor ini naik 4 persen dari tahun ke tahun, mengungguli pasar ekuitas yang lebih luas untuk tahun keenam berturut-turut.
"Keuntungan juga meningkat sepenuhnya berkat negosiasi ulang sewa dan penghematan biaya lainnya yang dilakukan di awal pandemi," kata analis, dilansir dari CNA Luxury, Selasa (15/2).
Namun, pemulihannya belum merata. Hanya merek-merek besar yang didukung oleh konglomerat dengan jangkauan geografis luas yang mengeruk keuntungan. Para pemain lebih kecil masih berjuang keras, bahkan tak sedikit yang bangkrut.
Di sisi lain, meski pengeluaran barang mewah telah kembali ke level 2019 di AS, Cina, dan Korea, penjualan di Eropa dan Jepang masih tetap tertekan akibat kurangnya wisatawan dan adopsi vaksin yang lambat. Oleh sebab itu, sejumlah pihak pun memperkirakan bahwa gambaran penjualan barang-barang mewah pada 2022 ini lebih mendung daripada tahun lalu.
Para analis mengingatkan, penyebaran varian Omicron, lockdown di Eropa, dan hambatan ekonomi di Cina akan membayangi sepanjang 2022. Faktor berikut ini perlu diperhatikan, tidak hanya bagi brand besar, tetapi juga bagi Anda para fashionista dan penggemar barang mewah.
1. Pengeluaran barang mewah akan melampaui rekor
Demi menekan pengeluaran agar tidak begitu tinggi, Goldman Sachs pada November 2021 memangkas proyeksi pertumbuhan barang mewah 2022 dari 13,5 persen menjadi 9 persen. Alasannya adalah kekhawatiran seputar PDB Cina, harga properti, dan kebijakan Common Prosperity.
2. Harga barang bermerek lebih mahal
Merek-merek mewah seperti Louis Vuitton, Hermes, dan Chanel ternyata menaikkan harga produknya selama pandemi Covid-19. Di Inggris, misalnya, tas klasik Chanel kini dibanderol £6.630 atau US$12,066, naik 40 persen dari awal 2020.
Chauvet dari Citi mengatakan, bahwa kenaikan harga tersebut pun akan berlanjut hingga 2022 lantaran meningkatnya biaya material dan tenaga kerja.
3. Merek terkenal mengambil rantai pasokan lebih besar
Merek-merek terkenal, termasuk Chanel, Prada, dan Zegna, sudah mulai mendapatkan lebih banyak pemasok karena akses ke bahan dan produsen terbaik menjadi lebih sulit dan mahal. Strategi tersebut diperkirakan akan berlanjut pada 2022.
Kepada Financial Times, CEO Zegna Gildo Zegna mengatakan berencana untuk menggunakan dana dari daftar publik guna melakukan lebih banyak akuisisi di seluruh rantai pasokannya. Sementara itu, presiden Chanel, Bruno Pavlovsky, mengatakan perusahaannya merencanakan investasi tambahan di rantai pasokannya setelah membeli sekitar dua lusin pemasoknya tahun lalu.
4. Pasar barang bekas akan lebih luas dibanding pasar barang mewah
Selama pandemi, pasar barang bekas mengalami pertumbuhan cukup baik. Diperkirakan penjualannya mencapai €33 miliar tahun lalu. Bertolak dari fakta itu, analis pun berharap merek-merek ternama turut memfasilitasi penjualan barang bekas secara langsung melalui situs web masing-masing.
5. Industri berkelanjutan kurang menjadi perhatian
Tingginya permintaan atas barang-barang mewah membuat industri yang ada menjadi kurang sustainable, terutamanya terhadap lingkungan. Hal ini sebetulnya cukup disayangkan, mengingat bahwa beberapa tahun terakhir industri barang mewah telah membuat langkah signifikan dengan mendaur ulang dan menggunakan kain bersertifikat sustainable fabrics.
6. NFT akan mencapai tipping point
Menurut Bain, pada 2025 Gen Z akan menyumbang lebih dari satu pembelian barang mewah. Untuk bisa menjangkau mereka, merek-merek besar pun akan berinvestasi lebih jauh dalam kemitraan gim dan NFT.
Sementara itu, laporan Morgan Stanley memprediksi bahwa gim metaverse dan NFT adalah peluang pendapatan tahunan €50 miliar untuk perusahaan mewah. Selain itu, menjanjikan peningkatan 25 persen untuk keuntungan industri pada 2030.
7. Merek mewah lebih banyak berinvestasi di e-commerce
Pangsa pasar dari penjualan online barang mewah naik hampir dua kali lipat dari 12 menjadi 22 persen selama pandemi. Angka inidiperkirakan akan meningkat hingga 30 persen pada 2025, menurut riset Bain.
Disrupsi membuat brand sempat mengandalkan department store online dan saluran grosir lainnya sebagai ujung tanduk penjualan online mereka. Kini merek mewah seperti Gucci dan Alexander McQueen justru akan bermigrasi ke model konsinyasi dan meningkatkan situs web mereka sendiri, memberi mereka kendali lebih besar atas inventaris, harga, dan hubungan pelanggan.