Jakarta, FORTUNE – Harga mata uang kripto, Bitcoin (BTC) kembali menembus US$50.000 atau Rp781,53 juta (kurs Rp15.630,55 per dolar AS) per Selasa (13/2) pukul 08.00 WIB. Harga ini tercatat kembali menanjak sejak nilainya naik pada Desember 2021.
Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha, mengatakan bahwa situasi ini akan jadi pendorong psikologis di pasar kripto Tanah Air, apalagi jika mampu bertahan hingga melanjutkan reli ke US$52.000 (Rp813,01 juta).
“Sedangkan jika turun di bawah US$50.000, potensi penurunan ke support terdekat di US$48.000. Diharapkan antisipasi perubahan tren jangka pendek karena pekan ini ada rilis data inflasi AS,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima Fortune Indonesia, Selasa (13/2).
Pada perdagangan Selasa (13/2) pukul 08.00 WIB, kenaikan mata uang kripto menyentuh 4,15 persen dalam 24 jam terakhir. Adapun, total kapitalisasi pasar Aset Kripto berada di level US$1.828 triliun (Rp28.573,85 kuadriliun), naik sebesar 3,69 persen.
Kenaikan ini juga berdampak positif ke altcoin lainnya, termasuk Ethereum (ETH) yang melesat 6,56 persen dalam 24 jam terakhir, bergerak di US$2.668 dan naik sebesar 15,81 persen dalam periode 7 hari terakhir.
Penyebab
Menurut data platform analisis kripto SoSoValue, penguatan BTC sepanjang seminggu terakhir, salah satunya disebabkan arus keluar (outflow) yang melambat dari GBTC Grayscale, mencatat arus keluar terendahnya sebesar US$51,8 juta yang keluar dari ETF tersebut pada 9 Februari, dan menandai penurunan 91 persen dari rekor arus keluar harian sebesar US$620 juta pada 23 Januari.
Sementara, ETF Bitcoin Spot Amerika Serikat yang baru menghasilkan arus masuk bersih sebesar US$541 juta pada 9 Februari, menandai hari arus masuk terbesar untuk produk tersebut, tidak termasuk hari pertama perdagangan.
Panji mengatakan, dalam jangka panjang tren bullish diperkirakan masih akan terjadi, melihat berbagai sentimen positif seperti Bitcoin halving yang akan terjadi pada April 2024. Bitcoin halving akan berdampak pada pasokan Bitcoin yang masuk ke pasar.
Prediksi minggu ini
Panji mengatakan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) Amerika Serikat dirilis pada Selasa (13/2) diperkirakan akan naik sebesar 0,2 persen pada bulan Januari, konsisten dengan kenaikan Desember.
Di sisi lain, Indeks harga produsen (IHP) Amerika Serikat yang dirilis Jumat (16/2), diprediksi menjadi 0,7 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya sebesar 1,0 persen. Sementara itu, IHP Inti diperkirakan akan meningkat menjadi 1,60 persen (YoY), namun turun dari 1,8 persen pada Desember.
“Menjelang rilis data seputar inflasi atau kebijakan moneter seringkali mempengaruhi pergerakan aset kripto, termasuk data penting minggu ini IHK dan IHP, jika angka nya sesuai dengan ekspektasi pasar atau lebih rendah, maka berpotensi akan berdampak positif bagi pasar kripto. Sementara jika, hasilnya diatas ekspektasi pasar maka potensi terjadinya tekanan dalam jangka pendek,” kata Panji.
Panji menyebut pelaku pasar menantikan petunjuk pejabat The Fed terhadap keputusan pemotongan suku bunga Federal Reserve pada periode Mei-Juni. “Dengan harapan pemotongan suku bunga, harga kripto mungkin mengalami volatilitas yang meningkat akibat dari tren makroekonomi yang berubah,” ujarnya.