Pengamat Ramal Nilai Bitcoin Naik Jelang Tahun Baru Imlek 2024
Meski demikian, investor harus tetap waspada.
Jakarta, FORTUNE – Tahun Baru Imlek 2024 mendapat sorotan khusus dari pegiat perdagangan mata uang kripto. Menjelang momentum tersebut, mata uang dominan Bitcoin (BTC) diperkirakan mengalami peningkatan nilai.
Pengamat sekaligus trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, mengatakan dalam dua tahun terakhir, laju Bitcoin kerap berfluktuasi. Menjelang Tahun Baru Imlek 2022 misalnya, BTC mengalami penurunan 18 persen, namun pada 2023 justru mengalami kenaikan 12 persen, naik dari level US$21.000 atau sekitar Rp329,11 juta (kurs Rp15.671,57 per dolar AS) menjadi US$23.000 atau Rp360,45 juta per koin.
Namun demikian, menuurtnya tahun yang lebih tepat untuk membandingkan laju bitcoin adalah 2020 lantaran situasinya mirip seperti 2024 atau satu tahun sebelum bull market terjadi.
“Data menunjukan pada tahun 2020, harga Bitcoin adalah US$8.360 (Rp131,03 juta) saat bertepatan dengan perayaan Imlek. Sebulan setelah perayaan Imlek, harga Bitcoin meningkat sekitar 11,5 persen ke harga US$9.323 (Rp146,13 juta),” ujarnya dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Rabu (7/2).
Menurutnya, pada tahun Kelinci Air (2023), BTC diprediksi mengantisipasi fluktuasi pasar, namun nyatanya koin paling dominan di jagat uang kripto ini justru mengalami lonjakan hampir 155 persen dalam setahun terakhir.
Sementara, Tahun Naga Kayu diyakini membawa kemakmuran dan keberuntungan, sebagaimana dipercayai dalam perhitungan shio, dan hal ini berdampak besar pada sektor finansial.
“Saat merayakan Tahun Naga, pasar kripto tampaknya bersemangat. Meskipun prediksi sebelumnya menyarankan kehati-hatian karena fluktuasi yang diperkirakan terjadi menjelang halving, sehingga bisa membuat ekspektasi Bitcoin berkinerja yang luar biasa,” kata Fyqieh.
Melihat tren yang terjadi delapan tahun terakhir (2015-2023), Fyqieh memperkirakan investor dan trader kripto berpeluang mendapatkan keuntungan. “Membeli Bitcoin pada akhir hari pertama Tahun Baru Imlek dan menjualnya 10 hari perdagangan kemudian akan menghasilkan rata-rata penambahan hingga 9 persen,” ujarnya.
Katalis utama
Salah satu katalis utama yang akan mendorong pasar kripto positif pasca perayaan Imlek di tahun 2024 ini adalah kebijakan pemerintah Cina. Sebelumnya, pemerintah Tiongkok mengumumkan pelonggaran kebijakan di Bank Sentralnya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, dengan pemcangkasan bunga bank sebesar 50 basis poin mulai 5 Februari, akan menyediakan modal jangka panjang sebesar 1 triliun Yuan. Dampak penurunan suku bunga Cina pada pasar kripto ini akan meningkatkan likuiditas dan sentimen investor.
“Kemungkinan aliran dana yang besar dapat masuk ke pasar kripto dan meningkatkan permintaan. Peningkatan likuiditas sering kali berarti investasi yang lebih besar pada aset berisiko, karena investor mencari imbal hasil yang lebih tinggi, yang dapat menyebabkan peningkatan nilai Bitcoin,” kata Fyqieh.
Optimisme
Berdasarkan laporan CoinShares, produk investasi BTC mencatat peningkatan dari seluruh arus masuk pada Rabu (7/2). Bitcoin menerima arus masuk sebesar US$703 juta, sehingga total aset global yang dikelola menjadi US$53 miliar.
Produk investasi BTC menghadapi arus keluar lebih dari US$500 juta pada akhir Januari, dan hal ini serta penjualan GBTC yang agresif mungkin berperan dalam koreksi pasar.
Jika BTC bergerak di kisaran US$43.100 (Rp674,53 juta), bertengger di MA-50, dan mampu bertahan di level tersebut, maka berpotensi menuju ke resistance US$44.500 (Rp696,44 juta). Sementara jika kembali turun di bawah MA-50, maka berpotensi bergerak sideways diantara US$42.000 - US$43.000 (Rp657,31 juta-Rp672,95 juta).
“Bitcoin diharapkan mengalami perkembangan signifikan, didorong oleh optimisme pasar dan situasi makroekonomi yang bersiap untuk menghadapi perubahan signifikan, dengan harapan kebangkitan di paruh kedua tahun. Namun, penting untuk tetap waspada terhadap potensi volatilitas pasar, yang disamakan dengan menaiki seekor naga yang penuh dengan kejutan,” ujar Fyqieh.
Waspadai risiko
Terlepas dari optimisme di Tahun Naga Kayu, investor tetap harus waspada. Pasalnya, pada akhir Januari lalu, co-founder dari perusahaan jasa teknologi keuangan, Ripple, Chris Larsen, melaporkan bahwa beberapa akun XRP pribadinya telah diretas, dan uang yang dicuri diperkirakan mencapai 213 juta XRP senilai US$112,5 juta atau sekitar Rp1,76 triliun.
Menurut portal cryptoslate.com, Larsen mengungkapkan bahwa peretasan itu tidak terjadi di Ripple. Belum ada keterangan resmi dari Larsen, “Namun detektif on-chain, ZachXBT menyebutkan dana yang dicuri tersebut telah dicuci melalui bursa, termasuk MEXC, Gate, Binance, Kraken, OKX, HTX, dan HitBTC. Menurut spekulasinya, password Larsen telah disusupi,” dilansir dari media tersebut (31/1).
ZachXBT, awalnya menyatakan Ripple yang diserang. Seiring pernyataan resmi Larsen, detektif ini terus meremehkan perbedaan berarti antara akun perusahaan Ripple dan akun pribadi Larsen, dengan menulis dengan sinis: “Entitas yang benar-benar terpisah… wink wink.”
Komentar ini sepertinya mengacu pada tuduhan Komisi Keamanan dan Pertukaran AS (SEC) di masa lalu, yang menuduh Larsen dan Garlinghouse memegang 20 miliar XRP pada tahap awal dan terlibat dalam penjualan token pribadi yang tidak terdaftar bersamaan dengan penjualan korporat Ripple. Namun, SEC membatalkan semua tuduhan terhadap kedua eksekutif tersebut pada 2023, Ripple pun dibebaskan sebagian dari tuduhan tersebut.
Sebagai informasi, XRP adalah aset kripto yang bergerak sendiri, dan Ripple merupakan platform pembayaran yang bergerak di belakang XRP. Meski begitu, XRP memfasilitasi seluruh transaksi pada platform Ripple.
Tidak seperti Bitcoin, XRP tidak dapat ditambang atau diverifikasi. Hanya bank atau entitas tertentu yang dapat memverifikasi transaksi, sehingga hanya ada beberapa kelompok orang yang dapat mengontrol akun maupun merilis token.