Jakarta, FORTUNE- Bank Indonesia memperkirakan risiko lonjakan inflasi masih akan membayangi perekonomian Indonesia hingga 2023. Di tengah tantangan tersebut, analis memandang optimis sektor ritel sejalan pemulihan ekomomi berkelanjutan.
Analis Mirrae Asset Sekuritas, Christine Natasya mengatakan, ekonomi domestik saat ini terlihat kuat dengan situasi pandemi terkendali. Mobilitas masyarakat pun meningkat seiring dengan konsumsi rumah tangga yang kuat dan diperkirakan terus berlanjut hingga 2023.
"Hal ini didukung oleh meningkatnya pendapatan per kapita dan tingkat mobilitas penduduk serta meningkatkan kepercayaan konsumen berpenghasilan tinggi," katanya dalam riset dikutip, Kamis (6/10).
Secara jangka panjang, kenaikan inflasi dan PPN lebih berdampak terhadap daya beli konsumen berpenghasilan menengah ke bawah, sehingga mengurangi pengeluaran diskresioner di tengah kenaikan rata-rata harga jual (ASP) peritel.
Meski demikan, pemerintah akan tetap melanjutkan pembeian bantuan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian nasional melalui anggaran negara. Inflasi tahunan Indonesia meningkat menjadi 5,9 persen YoY pada September 2022 (dibandingkan 4,7 persen YoY pada Agustus 2022).
"Ekonom kami berpendapat bahwa keputusan pemerintah menaikkan pertalite bersubsidi dan harga solar akan berdampak besar pada ekspektasi inflasi, mengingat kenaikan harga yang akan membawa tekanan ke atas pada harga yang diatur serta dampak putaran kedua pada inflasi inti," ujarnya.
Ekonom Mirrae juga yakin, kinerja ekonomi 2023 didukung oleh pemulihan belanja konsumen menengah ke atas mengingat pemulihan bisnis serta potensi kenaikan gaji pekerja kantoran serta pemulihan keuangan.
Survei Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa kondisi keuangan Indonesia saat ini sedang dalam pemulihan yang perlahan tapi pasti, sejak mencapai level terendah pada Juni 2020 (-18 persen secara tahunan/YoY).
Tren belanja online tetap tinggi
Christine juga berpendapat, pembukaan kembali gerai ritel secara bertahap akan mendongkrak permintaan, termasuk peluang peningkatan pembelajaan produk-produk yang ditunda atau dianggap tidak penting sebelumnya.
Bersamaan dengan itu, minat konsumen untuk berbelanja online terus meningkat, tak terkecuali dengan adanya Covid-19 pandemi dan PPKM telah mengubah kehidupan modern secara drastis.
Tidak dapat dipungkiri, pandemi telah menempatkan e-commerce di jajaran terdepan industri ritel selama pandemi. Ketika upaya menjaga jarak sosial dan ketakutan tertular virus telah membuat orang tetap di rumah, mengantarkan masyarakayt beramai-ramai beralih menggunakan platform online untuk berbelanja, termasuk untuk membeli kebutuhan pokok.
Yang lebih menarik, tren tersebut tampaknya akan bertahan. Sebagai konsumen berpenghasilan menengah ke atas mengatakan akan tetap berbelanja online bahkan setelah pandemi Covid-19 berakhir.
Beberapa konsumen juga mulai mengalihkan sebagian pengeluaran belanja offline mereka ke saluran digital. Bahkan, pada konsumen yang semula tidak paham tentang belanja online telah mengatasi hambatan mereka untuk melakukan pembelian secara online dan mulai terbiasa.
Menurut Statista, pendapatan pasar e-commerce di Indonesia diproyeksikan mencapai US$70,2 miliar pada 2023, naik dibandingkan 2022 sebesar US$62,59 miliar.
Secara keseluruhan, Mirrae mempertahankan rekomendasi Netral di sektor ini, mengingat potensi kenaikan harga barang bersamaan kenaikan inflasi dengan daya beli masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah masih lemah.
"Terlepas dari pembatasan aktivitas publik yang dilonggarkan, kami berhati-hati melihat daya beli masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Oleh karena itu, kami juga ingin mengulangi pilihan teratas dan merekomendasikan Beli terhadap saham emiten ritel segmen menengah atas yaitu MAPI," katanya.