Jakarta, FORTUNE - Harga Minyak naik di awal perdagangan Asia pada hari Senin (20/5), memperkuat kenaikan minggu lalu di tengah kabar kecelakaan dan pencarian Presiden Iran, Ebrahim Raisi . Helikopter yang membawa pemimpin salah satu negara penghasil minyak terbesar itu jatuh pada Minggu (19/5).
Dilansir dari Reuters, seorang pejabat Iran mengatakan, selain Ebrahim Raisi, helikopter itu juga membawa Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amirabdollahian. Hingga kini, tim penyelamat masih berupaya melakukan pencarian helikopter tersebut meski diadang kondisi cuaca buruk serta kabut tebal.
Di tengah kabar pencarian itu, harga minyak Brent naik 26 sen, atau 0,3 persen menjadi US$84,24 per barel. Sedangkan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 15 sen, atau 0,2 persen menjadi US$80,21 per barel.
Brent mengakhiri minggu sebelumnya dengan kenaikan sekitar 1 persen, kenaikan mingguan pertama dalam tiga minggu, sementara WTI naik 2 persen karena membaiknya indikator ekonomi dari AS dan Tiongkok sebagai konsumen minyak terbesar di dunia.
Volatilitas harga minyak
Meskipun terdapat volatilitas di kawasan ini, harga minyak hanya bergerak tipis.
“Pasar minyak sebagian besar masih terikat pada kisaran ini dan tanpa katalis baru, kita mungkin harus menunggu kejelasan seputar kebijakan produksi OPEC+ untuk keluar dari kisaran ini,” kata Warren Patterson, kepala strategi komoditas di ING.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bersama-sama disebut OPEC+, dijadwalkan bertemu pada 1 Juni. “Pasar juga tampak semakin kebal terhadap perkembangan geopolitik, kemungkinan karena besarnya kapasitas cadangan yang dimiliki OPEC,” kata Patterson.
Pemerintah AS mengambil keuntungan dari penurunan harga minyak belum lama ini. Pada akhir pekan lalu, negara itu membeli 3,3 juta barel minyak seharga US$79,38 per barel untuk membantu mengisi kembali Cadangan Minyak Strategisnya setelah penjualan besar-besaran dari persediaan tersebut pada 2022.
Pasar juga mendapat dukungan seiring dengan adanya indikator meredanya inflasi di AS meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga, yang diyakini dapat menurunkan nilai dolar dan membuat harga minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.