Jakarta, FORTUNE - Emiten eksportir udang dan makanan laut, PT Indo American Seafoods Tbk (ISEA) dengan brand Soematra-ku, berencana untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan melepas maksimal 20,86 persen sahamnya ke publik atau sebanyak-banyaknya 290 juta saham baru. Perseroan mematok harga penawaran awal sebesar Rp220 - Rp250 per saham.
Direktur Utama ISEA, Ibnu Syena Alfitra mengatakan, dari IPO ini perseroan menargetkan meraih dana segar sekitar Rp72,5 miliar. Adapun, raihan dana IPO ini seluruhnya akan digunakan untuk modal kerja perseroan seperti pembelian bahan baku (90 persen), biaya penjualan dan pemasaran (5 persen), biaya perawatan dan utilitas (4,85 persen) serta biaya keperluan kantor (0,15 persen).
Dalam aksi korporasi ini, ISEA menggandeng PT KB Valbury Sekuritas sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Efek dengan perjanjian full commitment.
Ibnu mengatakan Indonesia memiliki peluang besar untuk melakukan ekspansi perdagangan produk hasil perikanan di pasar dunia karena memiliki potensi hasil perikanan yang melimpah, baik dari perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.
Selama periode Januari-Juni 2023, ekspor perikanan Indonesia mencapai sekitar US$2,8 miliar, dengan udang sebagai komoditas utama yang diekspor, terutama ke Amerika Serikat sekitar 70 persen serta Jepang sekitar 19 persen.
“Pada 2023, pasar udang secara global diestimasikan menghasilkan US$72,6 miliar dan diperkirakan mencapai CAGR 6,6 persen selama periode hingga 2032 karena popularitasnya sebagai sumber protein tinggi yang terjangkau,” kata Syena dalam keterangan dikutip Jumat (5/7).
Budidaya udang dari akuakultur memainkan peran penting dan menyumbang 55 persen dari total produksi udang secara global, dan udang Vannamei menyumbang sekitar 80 persendari produksi tersebut
Potensi Bisnis
ISEA telah memiliki pengalaman 18 tahun menjalankan usaha produsen dan eksportir produk olahan udang terintegrasi, dimulai dari budidaya udang Vannamei, pengolahan bahan baku udang menjadi berbagai macam produk olahan udang, cold storage untuk menjaga kualitas produk, hingga kemampuan untuk mengekspor ke Jepang dan Amerika Serikat.
ISEA memiliki anak usaha yakni PT Indokom Samudra Persada (ISP), aset strategis yang menjamin ketersedian bahan baku udang, yang berlokasi di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.
Saat ini, ISP memiliki 96 kolam budidaya dengan jumlah kolam yang aktif beroperasi sebanyak 32 kolam. Perseroan juga memiliki 2 pabrik pengolahan udang yang berlokasi di Tanjung Bintang, Lampung dengan kapasitas produksi pengolahan udang sebesar 70 ton per hari dan 2 fasilitas cold storage dengan kapasitas sebesar 2.700 ton.
Dengan kapasitas produksi kolam yang masih underutilized serta mayoritas penggunaan dana IPO yang digunakan untuk penambahan bahan baku, ISP masih memiliki peluang yang besar untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi udang Vannamei secara in-house.
Udang Vannamei semakin populer didorong oleh perkembangan pesat teknologi akuakultur. Jenis udang ini memiliki nilai ekonomi tinggi, terutama sebagai komoditas ekspor. Udang yang disebut sebagai udang kaki putih ini memiliki ketahanan lingkungan yang baik dibandingkan dengan jenis udang lainnya.
Spesies ini juga dikenal dengan tingkat produktivitas dan pertumbuhannya yang signifikan dengan periode pemeliharaan 125-140 hari. Karakteristik ini sangat penting karena memungkinkan para petani untuk memproduksi lebih banyak udang dalam waktu yang lebih singkat,” ujar Syena.
Kapasitas udang nasional
Direktur Keuangan ISEA, Ibnu Surya Ramadhan menambahkan, pada 2024, pemerintah menargetkan untuk mencapai produksi udang nasional sebesar 2 juta ton. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan beberapa strategi seperti program pemodelan budidaya udang terintegrasi dan revitalisasi tambak.
Pemanfaatan teknologi digital dalam budidaya udang juga diperkuat untuk meningkatkan produktivitas budidaya. Selain itu, KKP juga sedang gencar membangun tambak udang modern dan ramah lingkungan.
Saat ini, pemerintah sedang memperkuat sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dari hulu ke hilir, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2021. Terdapat juga sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) yang menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing.
“Sejalan dengan program pemerintah tersebut, perseroan memastikan produk sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), tetapi juga memenuhi persyaratan dari negara tujuan,” kata Surya.
Selain potensi Indonesia sebagai negara maritim yang besar dan dukungan program pemerintah untuk menjamin mutu hasil perikanan, ISEA diuntungkan dengan kondisi nilai tukar dolar yang menguat saat ini karena pendapatan usaha perseroan 98,5 persen berasal dari segmen ekspor sementara biaya operasional dalam mata uang rupiah.
Dengan kondisi tersebut, Manajemen semakin optimistis untuk menjaga kinerja keuangan yang berkelanjutan ke depannya,” ujarnya