Jakarta, FORTUNE - Emiten semen berpotensi mencatat perbaikan kinerja tahun ini dibandingkan tahun lalu. Hal tersebut dipengaruhi empat faktor, seperti normalisasi harga energi dan kompetisi pasar yang tidak lagi seketat sebelumnya seiring strategi konsolidasi yang dilakukan dua pemain utama.
Research Analyst Mirae Asset Sekuritas, Emma Almira Fauni mengatakan, dua produsen semen raksasa yang tercatat di bursa yaitu PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) menunjukkan kinerja positif sejak awal tahun, terutama di kuartal I 2023.
Meskipun secara tren mengalami penurunan dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter on quarter/QoQ), kinerja kuartal I/2023 kedua produsen semen itu menunjukkan pertumbuhan signifikan dibanding kuartal yang sama tahun
lalu (year on year/YoY).
“Ada dua hal. Pertama, SMGR unggul dibanding INTP karena penurunan kinerja kuartal I 2023 secara kuartalan (QoQ) SMGR lebih terkendali daripada INTP, sehingga tekanan harga di pasar untuk SMGR dapat lebih melunak. Kedua, INTP mampu memperbesar pangsa pasarnya di luar Jawa dan dapat lebih diuntungkan karena dua faktor tahun ini, yaitu
penurunan harga batu bara dan ekspansi porsi domestic market obligation (DMO)," katanya dalam Media Day di Jakarta, Kamis (8/6).
Menurutnya, secara umum ada empat faktor yang dapat mendukung prospek industri semen tahun ini. Pertama, normalisasi harga energi. Kedua, kompetisi yang semakin kondusif setelah konsolidasi industri yang ditandai dengan rampungnya akuisisi SMCB dan SMBR oleh SMGR, serta perjanjian sewa dan penggunaan aset Semen Bosowa oleh INTP.
Seperti diketahui, biaya energi menyumbang sekitar 40 persen terhadap total biaya produksi industri semen. Adapun, harga batu bara sebagai salah satu sumber energi industri ini telah menunjukkan penurunan sejak periode puncaknya pada 2022.
Sedangkan, dua faktor lainnya adalah utilisasi pabrik yang sudah sangat rendah sehingga kemungkinan akan membaik tahun ini, serta potensi pemangkasan suku bunga acuan dapat mendorong permintaan properti oleh publik. Sepanjang 2023, Emma memprediksi pertumbuhan kinerja penjualan semen, akan tetap tumbuh meskipun tidak besar di kisaran single digit atau 0-5 persen. Namun, angka ini lebih baik dibanding tahun lalu yang mencapai -3 persen.
“Pertumbuhan penjualan semen, ditambah masih menjanjikannya konsumsi rumah tangga nasional, diprediksi akan turut menopang ketahanan perekonomian nasional.”
Harga saham perusahaan-perusahaan di pasar, seperti halnya produsen semen, masih tertekan. Saat ini, harga INTP masih berada di kisaran Rp 5.500-Rp 5.900 (turun 2 persen sejak awal tahun) dan SMGR di kisaran Rp 9.500-Rp 10.000 atau turun 11 persen (YTD).
Dia juga optimistis saham semen masih sangat menarik untuk investor asing. Mengingat, kinerja keuangannya memiliki profitabilitas tinggi dengan margin laba kotor 30 persen dibanding industri semen global, terutama Tiongkok dan negara Asia lain yang sekitar 15 persen.
Kinerja itu menurutnya berbalik dari valuasi harga sahamnya di pasar, yang mana valuasi produsen semen lokal masih lebih murah sekitar 20x PE ratio dibanding negara Asia lain yang 35x PE ratio.
Ketahanan ekonomi
Tak hanya itu, Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai bahwa tren positif industri infrastruktur, termasuk semen, akan mendukung ketahanan ekonomi Indonesia yang solid menuju tahun politik 2024 dan di tengah gejolak suku bunga global.
Senior Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, mengatakan bahwa pemerintah menaikkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur pada tahun ini menjadi Rp 392 triliun, dari Rp 365,8 triliun pada 2022. Anggaran itu akan difokuskan untuk pelayanan dasar, seperti pembangunan rumah, sekolah, hingga penyediaan air minum, serta konektivitas termasuk jalan dan jalan tol.
Meski demikian, realisasi belanja infrastruktur baru Rp 59,7 triliun hingga April 2023. Jumlah itu setara 15,2 persen total anggaran 2023. "Realisasi belanja infrastruktur perlu dipercepat untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi, baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dengan akselerasi pembangunan infrastruktur, tingkat permintaan semen juga akan mengalami kenaikan,” ujar Rully.
Perekonomian Indonesia, secara konsisten mencatatkan mencatatkan kinerja yang lebih baik dari ekspektasi dalam kurun waktu 5 kuartal terakhir, yang didukung oleh konsumsi rumah tangga sejalan dengan efektivitas penanganan pandemi COVID-19. Namun, dengan tingginya ketidakpastian global, menurunnya harga-harga komoditas, serta dampak lanjutan dari pengetatan moneter, menimbulkan potensi terjadi perlambatan dalam beberapa kuartal ke depan.
Akselerasi pembangunan infrastruktur diharapkan akan menopang perekonomian dari kemungkinan terjadinya perlambatan. Sampai saat ini kebijakan fiskal masih tetap difokuskan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi. Sementara itu kebijakan moneter masih tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas ekonomi, termasuk inflasi dan volatilitas nilai tukar.