Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia mengalami koreksi signifikan sebesar -5,16 persen selama periode 3-7 Februari 2025. Penurunan ini menjadikannya indeks dengan performa terendah di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
Koreksi indeks saham salah satunya disebabkan adanya aksi jual yang dilakukan oleh investor asing sehingga menyebabkan aliran dana keluar (outflow) dari pasar ekuitas mencapai Rp 3,80 triliun.
Fenomena ini sejalan dengan rilis laporan keuangan dari beberapa bank besar yang menunjukkan perlambatan dalam kinerja profitabilitas. Penyebab utamanya adalah suku bunga yang tetap tinggi serta daya beli masyarakat yang masih terbatas, sehingga memengaruhi sentimen pasar secara keseluruhan.
Menurut Chief Economist and Head of Research Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, berbagai faktor global turut berkontribusi terhadap pelemahan IHSG. Salah satunya adalah ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Rully menjelaskan bahwa kebijakan Presiden AS Donald Trump berpotensi meningkatkan inflasi di negaranya, yang membuat Federal Reserve (The Fed) semakin sulit untuk menurunkan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR).
"Sentimen perang dagang, kebijakan Trump yang kemungkinan menyebabkan inflasi AS naik dan FFR sulit turun," ujarnya, dikutip dari Antara pada Selasa (11/2).
Selain itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi global, terutama di China, juga berdampak pada IHSG. Ditambah lagi, mata uang dolar AS tetap kuat dibandingkan mata uang negara-negara lain, yang semakin memperberat tekanan terhadap pasar saham Indonesia.
"Slowing global growth, terutama China, dolar AS yang tetap bertahan tinggi," tambah Rully.
Di domestik, menurutnya, hampir tidak ada faktor positif yang dapat menopang IHSG. Berita-berita yang berkembang justru lebih banyak mengarah pada isu-isu negatif, baik dari segi ekonomi maupun kebijakan dalam negeri.
"Dari dalam negeri juga sulit mencari faktor positif, berita yang berkembang lebih banyak isu negatif," ujarnya.
Rully mengatakan, tekanan terhadap IHSG kemungkinan akan terus berlanjut karena kurangnya sentimen positif dari dalam dan luar negeri.
Pemerintahan Donald Trump semakin memperburuk situasi dengan mengumumkan tarif sebesar 25 persen untuk semua impor baja dan aluminium, yang mulai berlaku pada 10 Februari 2025.
Selain itu, Trump juga mengindikasikan bahwa akan ada tarif tambahan yang diumumkan hari ini, Selasa (11/2) atau Rabu (12/2) esok hari. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran akan lonjakan inflasi, yang dapat membatasi peluang The Fed untuk memangkas suku bunga acuan.
IHSG Berpotensi Terkoreksi Lebih Dalam
Menurut Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, IHSG masih berpotensi mengalami penurunan lebih lanjut, dengan titik terendah di level 6.560. Jika titik ini ditembus, bukan tidak mungkin IHSG akan terkoreksi lebih dalam hingga ke level 6.460 atau bahkan lebih rendah lagi.
"Fokusnya saat ini adalah menghentikan pendarahan dan memberikan stabilitas bagi IHSG secara jangka pendek," kata Nico.
Capital outflow yang terjadi berpotensi semakin besar jika pasar domestik tidak memiliki bantalan yang cukup untuk menahan tekanan jual. Selain itu, persepsi negatif terhadap kebijakan dalam negeri juga turut memperburuk situasi, terutama terkait dengan pemangkasan anggaran yang dapat berimbas pada pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Menurut Nico, situasi ini membuat investor, khususnya investor asing, semakin cemas dan memilih untuk menarik dananya untuk sementara waktu. Ia juga menyoroti beberapa kebijakan Trump yang memengaruhi IHSG, termasuk perang dagang dengan Meksiko, Kanada, dan Cina.
"Meskipun Meksiko dan Kanada mendapatkan kesempatan untuk ditunda selama 30 hari," tuturnya.
Selain itu, Trump mulai menerapkan kebijakan Tarif Resiprokal, yang berarti setiap negara yang mengenakan tarif terhadap produk AS akan mendapatkan tarif yang setara sebagai balasannya. Kebijakan ini diperburuk dengan tarif 25 persen terhadap impor baja dan aluminium, yang semakin memperkeruh kondisi pasar global.
Fixed Income & Macro Strategist Mega Capital Indonesia, Lionel Priyadi, menambahkan bahwa secara teknikal, IHSG berpotensi mengalami koreksi lebih dalam hingga ke level psikologis 6.500.
"Secara teknikal akan ada support kuat di 6.500 sampai 6.600. Namun, bila support ini tembus, maka IHSG bisa turun lebih dalam lagi ke 6.000," ungkap Lionel.
Berbagai sentimen yang menyebabkan koreksi IHSG termasuk data pasar tenaga kerja AS yang menunjukkan penguatan, serta ekspektasi inflasi konsumen AS yang meningkat akibat rencana Trump untuk memperluas perang dagang. Selain faktor global, kebijakan fiskal domestik yang semakin tidak menentu juga menjadi salah satu penyebab utama sentimen negatif di pasar saham Indonesia.
Dengan kondisi ini, pelaku pasar dan investor harus bersikap lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan Investasi. Faktor global yang tidak menentu serta kebijakan dalam negeri yang cenderung negatif membuat prospek IHSG dalam waktu dekat masih penuh tantangan.
Oleh karenanya, perlu langkah-langkah stabilisasi dari pemerintah dan otoritas pasar modal untuk mengembalikan kepercayaan investor serta menahan laju penurunan yang terjadi saat ini.