Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) mencatat Cadangan Devisa (cadev) Indonesia pada akhir Oktober 2024 mencapai US$151,2 miliar atau meningkat dibandingkan posisi pada akhir September 2024 sebesar US$149,9 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain bersumber dari penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
“Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” kata Ramdan melalui keterangan resmi di Jakarta, Kamis (7/11).
Posisi cadev masih setara 6,6 bulan impor
Ramdan menambahkan, posisi cadangan devisa pada akhir Oktober 2024 masih setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ke depannya, lanjut Ramdan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa masih memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal. Prospek ekspor yang tetap positif serta neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus, sejalan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik, mendukung tetap terjaganya ketahanan eksternal.
“Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Ramdan.
Risiko global masih mengancam penurunan cadev
Meski posisi cadev masih meningkat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengimbau Pemerintah dan BI untuk tetap mewaspadai berbagai risiko global yang dapat mengganggu cadev.
“Tanda-tanda risiko penurunan cadev di akhir tahun semakin nyata karena banyak faktor eksternal. Salah satu kekhawatiran utama adalah tren pelemahan Rupiah terhadap dolar AS yang terus berlanjut dalam beberapa bulan terakhir,” kata Achmad kepada Fortune Indonesia (7/11).
Ia menambahkan, gejolak ekonomi global menjadi ancaman besar bagi stabilitas cadev Indonesia. Apalagi, ketidakpastian-kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) pasca Pemilu dan negara maju lainnya juga telah menciptakan volatilitas di pasar keuangan global.
“Ada potensi penurunan tajam cadev di akhir tahun. Berbagai tantangan global dan domestik ini perlu diantisipasi dengan strategi yang tepat,” katanya.
Selain itu, menurutnya, Bank Indonesia juga dapat mempertimbangkan koordinasi dengan pemerintah untuk pengelolaan utang luar negeri dan upaya menarik investasi asing langsung yang lebih stabil. Di sisi lain, langkah-langkah untuk diversifikasi ekspor dan penguatan industri dalam negeri juga dinilai juga perlu ditingkatkan.